doeloe belum paham,
sekarang sudah lupa
Drama kehidupam bermasyarakt, berbangsa, bernegara
menunjukkan bahwa kebutuhan, keperluan, kepentingan hidup berkeseimbangan dalam
satu paket pertunjukkan. Hak dan kewajiban selaku manusia unggul berebut tempat
pada paket kehidupan.
Seolah-seolah, pendidik politik mirip pendidikan
vokasi. Pendidikan untuk penguasaan pengetahuan, keahlian, kelihaian,
pintar-pintar dan keterampilan yang memiliki nilai ekonomis, nilai komersial,
tarif dasar, nilai jual sesuai dengan kebutuhan dan permintaan pasar. Penerapan
secara dinamis perlu berlanjut, tidak sekedar melalui adanya jenjang
kaderisasi.
Bahan baku, kemasan pendidikan politik, agaknya
masih jauh dari daya moralitas, aspek santun, rasa sensitivitas, jiwa ksatria,
sifat kerakyatan. Mansuia politik sebagai peserta didik, hanya dianggap sesuai
asas patuh dan taat. Dilema protokol
kemanusiaan, patuh karena butuh vs taat karena niat. Loyalitas harus total
kopral. Itupun masih harus bersaing dengan pemodal atau kawanan pesohor
non-partai.
Akhirnya walau tak pernah berakhir, anak cucu trah
ideologis abal-abal terbiasa disuapi. Menyandang kebanggaan semu perlu stimulus
ramuan. Sehingga tak perlu sekolah politik. Dinonabobokan. Dielus-elus sampai plentas-plentus.
Apalagi kalau parpol sebagai usaha keluarga, tradisi keluarga, usaha produktif
atau industri rumah tangga. Tak jauh-jauh dengan contoh keluarga alat negara,
aparatur sipil negara. Melahirkan istilah klan, keluarga politik, dinasti
politik, trah darah politik atau sebutan lainnya.
Oknum ketua umum sebagai penyandang hak prerogatif.
Kebijakan partai pendukung bisa menentukan nasib bangsa dan negara. Struktur
ideologi nusantara, menampilkan sosok pekerja politik. Bukan petarung bangsa.
Kebijakan pemerintah merupakan resultan dari aneka kebijakan politik. Sistem
bagi hasil atau arisan. Sesuai dengan spesialisasi parpol pro-pemerintah.
Apa pun kebijakan partai. Masih kalah digdaya
dengan kuasa Rp atau valas. Faktor “U” bisa membuat orang yang “buta politik”,
mulus dilantik jadi wakil rakyat dan/atau kepala daerah. Tersedia paket sekali
pakai atau paket terusan. Modal partai politik dadakan mampu mengantarkan
manusia ekonomi langsung masuk barisan pembantu presiden. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar