Pancasila di depan mata
Ini yang mendasari munculnya pepatah kuno “gajah di pelupuk mata tidak
tampak, kuman di seberang lautan tampak”. Akhirnya ada-ada saja kalau bagian
utama penyelenggara negara bukan sekedar mencari Pancasila di negara lain. Pakai
dalih studi banding, uji sanding, laga tanding maupu kunjungan kerja, blusukan.
Akhirnya, rangkaian perjanjian bilateral, trilateral, multilateral
pemerintah dengan badan atau negara donor, pemberi bantuan. Ada pasal syarat
tak tertulis alih ideologi. Lebih manjur paket bantuan tenaga kerja mancanegara
yang bertindak selak pemasok bahan baku sampai nara sumber. Pahitnya menjadi
pendamping masyarakat lokal yang masuk kategori buta politik.
Oleh karena itu, pelaksanaan kedaulatan rakyat menjadi multimanfaat,
multiguna dan multimodus. Semisal yang utama dengan terlibat aktif pada forum
dunia. Melakukan nego atau pilah pilih sumber potensial utang luar negeri. Diperkuat
perjanjian global pasar bebas dunia. Tata imigrasi pengemplang pajak dan arus
masuk penguat arus lemah nusantara.
Sistem politik dan pola demokrasi multipartai, membuat lingkup kedaulatan
dan jangkauan kedaulatan menggantung, multitafsir, suka-suka pihak yang sedang
berkuasa. Tutup mata terhadap makna kedaulatan pada umumnya ditafsirkan sebagai
wewenang tertinggi yang menentukan segala wewenang yang ada dalam suatu negara
(competence de la competence).
Kedudukan MPR pasca empat kali Perubahan atau amandemen tahun 1999-2002, sejajar
dengan lembaga negara lainnya, seperti DPR, Presiden, MA, MK, dan BPK. Padahal MPR
terdiri dari anggota DPR dan DPD. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar