Halaman

Jumat, 31 Maret 2017

gagal paham organisasi masyarakat sipil (oms) vs stigma makar



gagal paham organisasi masyarakat sipil (oms) vs stigma makar


4 (empat) alenia berikut saya cuplik secara acak dari UU 17/2007 tentang RPJPN Tahun 2005-2025 :

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilaksanakan sebanyak empat kali telah mengubah dasar-dasar konsensus dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, baik pada tataran kelembagaan negara maupun tataran masyarakat sipil.

Perencanaan jangka panjang lebih condong pada kegiatan olah pikir yang bersifat visioner, sehingga penyusunannya akan lebih menitikberatkan partisipasi segmen masyarakat yang memiliki olah pikir visioner seperti perguruan tinggi, lembaga-lembaga strategis, individu pemikir-pemikir visioner serta unsur-unsur penyelenggara negara yang memiliki kompetensi olah pikir rasional dengan tetap mengutamakan kepentingan rakyat banyak sebagai subyek maupun tujuan untuk siapa pembangunan dilaksanakan. Oleh karenanya rencana pembangunan jangka panjang nasional yang dituangkan dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional adalah produk dari semua elemen bangsa, masyarakat, pemerintah, lembagalembaga negara, organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik.

Terwujudnya konsolidasi demokrasi pada berbagai aspek kehidupan politik yang dapat diukur dengan adanya pemerintah yang berdasarkan hukum, birokrasi yang professional dan netral, masyarakat sipil, masyarakat politik dan masyarakat ekonomi yang mandiri, serta adanya kemandirian nasional.

Terwujudnya masyarakat sipil, masyarakat politik, dan masyarakat ekonomi yang mandiri, serta terwujudnya kemandirian nasional dalam konstelasi gobal.

Artinya, sampai Pemerintah periode 2014-2019 telah memasukan substansi urutan tidak menentukan ke RPJMN  2015-2019 dengan redaksi yaitu : Penguatan kerja sama masyarakat politik, masyarakat sipil, masyarakat ekonomi, dan media dalam mendorong proses demokratisasi.

Lebih lanjut dalam Buku I, II, dan III RPJMN  2015-2019, mengenalkan istilah Organisasi Masyarakat Sipil, secara acak juga say cuplik dalam bentuk alenia, kalimat :

Meningkatkan peran aktif swasta, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), dan asosiasi profesi dalam penyusunan kebijakan, perencanaan dan pembangunan Kota Berkelanjutan;

Meningkatkan kerjasama internasional, mitra pemba-ngunan, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dan dunia usaha dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;

Permasalahan kehidupan demokrasi dewasa ini adalah masih rendahnya kinerja lembaga lembaga demokrasi, termasuk parpol, parlemen, penyelenggara pemilu, organisasi masyarakat sipil dalam menyerap ekspektasi dan variasi aspirasi politik yang muncul sangat deras dan dinamis sebagai ekspresi kebebasan sipil yang dibawa oleh demokrasi sejak reformasi 1998.

Pendanaan juga bisa dibangun melalui kerangka bantuan masyarakat sipil dan swasta untuk melakukan kegiatan-kegiatan dukungan demokrasi, dalam bentuk dana perwalian (trust fund) yang dikelola oleh organisasi masyarakat sipil untuk organisasi masyarakat sendiri.

Organisasi masyarakat sipil/ormas yang kapasitas masih perlu ditingkatkan.

Peran organisasi masyarakat sipil telah mengalami perubahan besar sejak satu dasawarsa terakhir ini, dengan makin meningkatnya keikutsertaan organisasi masyarakat sipil di dalam proses penyusunan kebijakan publik dan pengawasan pelaksanaan nya

Oleh karena itulah, maka Pemerintah akan meneruskan upaya mewujudkan “suatu kelembagaan” yang yang dapat menjamin keberlangsungan organisasi masyarakat sipil yang berada di bawah payung kebijakan yang komprehensif dalam mengelola semua sumber pendanaan dan sumber daya baik dari negara, swasta maupun masyarakat.

Pada masa lima tahun mendatang ini, upaya-upaya mendasar perlu dilakukan terutama dalam melakukan koordinasi kelembagaan dalam melakukan penanggulangan terorisme, termasuk menggalang kemitraan dengan seluruh organisasi masyarakat sipil tanpa kecuali.

Penguatan kemitraan dengan organisasi masyarakat sipil, swasta dan media untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya informasi publik dan berpartisipasi dalam proses penyusunan dan pengawasan kebijakan; [HaèN]

Posisi Pegabung ISIS, Antara Sebagai Korban Dan Sebagai Pelaku



Posisi Pegabung ISIS, Antara Sebagai Korban Dan Sebagai Pelaku

Diperlukan komitmen Pemerintah untuk menangani anak bangsa pasca gabung dengan ISIS. Tindak rehabilitasi atau pemulihan diri jangan disamakan dengan korban pengguna narkoba, pihak yang diindikasikan terlibat jaringan teroris, gerakan radikal atau pencemaran nama baik dan rehabilitasi nama baik, maupun rehabilitasi pasca bencana.

Latar belakang, motivasi bergabung dengan ISIS tentu tidak semata atau serta merta karena faktor agama, yang mungkin masuk ranah jihad Islam. Di pihak lain, tidak mungkin Pemerintah bersama kelengkapan birokrasinya menyeleksi, mensensor, mensortir arus masuk informasi. Bisa juga karena anak bangsa bebas menjelajah dunia informasi yang seolah tanpa batas waktu dan ruang, tertarik propaganda ISIS.

Kalau pokok masalah karena termakan, terhasut, tergoda, terbuai oleh kampanye, propaganda ISIS lewat jaringan informasi dan komunikasi, berarti daya tahannya patut dipertanyakan. Terlebih tidak hanya individu, tetapi individu membuat komunitas, geng yang akhirnya bisa kontak dengan agen terdekat ISIS.

Kondisi ini malah membuktikan bahwa sisi sebaliknya atau sisi lain, yaitu ternyata asupan gizi, nutrisi; pasokan kalori, energi keagamaan, ideologi atau hal-hal lainnya masih di bawah standar. Kondisi negara yang acap diwarnai gonjang-ganjing politik menjadikan anak bangsa muak, jenuh dan alergi serta antipati pada kenyataan hidup. Sosok atau pihak yang dipilih atau dianggap sebagai layak sebagai pemimpin, pemuka bangsa, jauh dari harapannya dan semakin sirna dari ingatan. [HaèN]

aksi damai 313 dan lelang mulut pejabat



aksi damai 313 dan lelang mulut pejabat

Gerakan umat Islam, jumat 31 Maret 2017, masih terkait dengan rangkaian dampak dan akibat penistaan agama, penodaan agama oleh oknum gubernur DKI Jakarta, yang sering disbut dengan nama Ahok.

Saya jadi ingat, lelucon politik klas gardu ronda. Konon, ketika diadakan lelang otak berskala dunia, otak bangsa Indonesia sanggup meraup harga dan prestasi penawaran tertinggi. Bahkan jauh di luar perkiraan panitia lelang.

Kemenangan tersebut diraih berkat kategori "JARANG DIPAKAI", sebagai kategori wajib yang harus diikuti. Berdasarkan pengalaman tadi, maka ketika diadakan lelang mulut antar benua, Indonesia sangat berharap sebagai pemenang.

Tanpa melalui seleksi nasional, maka diutuslah sebuah mulut dengan kategori/spesifikasi "SERING DIPAKAI" khususnya untuk urusan politik dalam negeri, sebagai duta dan wakil bangsa mengikuti acara bergengsi tersebut.

 Setelah mengalami proses lelang yang rumit, bertele-tele dan adu argumentasi yang sangat melelahkan, akhirnya Indonesia menempati posisi juru kunci. Bahkan tak ada yang mengajukan penawaran, dijadikan souvenirpun bangsa termiskinpun enggan menerimanya.

Untuk menghargai partisipasi aktif Indonesia akhirnya panitia mengambil kebijakan dengan mengawetkan "mulut" tersebut sebagai bahan pajangan di museum. Minimal kita bisa berharap suatu saat akan jadi bahan kloning makhluk hidup pasca kiamat.

"Diam adalah emas" atau sejenis Gerakan Tutup Mulut yang dipraktikkan oleh Presiden kelima RI, di babak akhir era Reformasi, justru membuat pesaingnya kebakaran jenggot kehabisan kata. Banyak bicaralah yang selama ini mewarnai era Reformasi. Hasilnya adalah polusi udara. Sulit dibedakan untuk menentukan mana yang benar antara bicaranya tukang jual obat dengan buka mulutnya pejabat. Maklum di zaman Orde Baru sudah ada perintis Bung Harmoko utawa “hari demi hari omong kosong”, sebagai juru penjelas atas petunjuk bapak presiden.

Terbukti ada pidato oknum Presiden kelima RI, pada HUT ke-44 PDIP dirayakan kader banteng di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (10/1/2017), yang menunjukkan kadar otak kanan sekaligus otak kiri, yang memang tidak pernah diasah untuk berpikir. Akhirnya, demi  martabat diri meramu, meracik penodaan agama, pendustaan ajaran agama. Tapi, menurut hemat penulis, bisa saja ada pihak tertentu yang menuliskan pidatonya, fokus pada ujaran sentimen negatifnya. Ybs tinggal baca, tak peduli benar atau baik. Atau memang pesanan dari ybs, agar tampak sebagai pemikir. Atau memang politik menjadi agamanya. [HaèN]

Kamis, 30 Maret 2017

dikotomi korupsi ala révolusi méntal, dosa politik vs kejahatan politik



dikotomi korupsi ala révolusi méntal, dosa politik vs kejahatan politik

Indonesia adalah negara yang masih, sedang, selalu dan akan berkembang serta berkemajuan mengejar bayang-bayang masa lalu. Sibuk berangan-angan bisa mimpi di siang hari bolong. Sibuk lari di tempat mencari hari baik untuk bertindak.

Ironis binti miris, jika ada politikus muda, politisi pendatang, mendadak gagal paham, tiba-tiba putus masa depan justru sedang berada di sumber daya ideologi yang berlimpah-ruah. Karena tidak sabar dengan uji kenikmatan dunia. Maunya lebih dari itu.

Jujur saja, selama periode 2014-2019, gonjang-ganjing politik dalam negeri didominasi lelucon politik. Menghadapi kemelut lokal, presiden terkadang malah urun komentar. Wakil presiden yang ahli celetuk, kesaing. Lebih heboh lagi. Media daring memang ciri khasnya memproduksi berita garing. Maunya menjilat tetapi sejatinya menghujat.

Masih ingat sinyelemen utawa ngudal piwulang ki dalang Sobopawon, di era mégatéga, mégakasus, mégabencana 2014-2019 negara yang serba multi, penduduk Indonesia akan melihat ulah laku, tingkah laku, perilaku penyelenggara negara dari dan atau sebagai pelaku, pekerja, pegiat, penggila, petugas partai, masuk ketegori samimawon. masuk kategori tiwas édan tenan tetep ora keduman.

Nyaris tidak  tidak ada perbedaan yang signifikan antara yang ideologis banget, mati-matian dengan yang ideologis saja, ala kadarnya.

Ketergantungan yang amat sangat terhadap sumber daya ideologi sebagai faktor peubah perjalanan bangsa dan negara, menjadikan tingginya sensitivitas tingkat kepedulian penduduk terhadap dinamika atau kebijakan terkait politik.

Perjalanan arus, aliran ideologi atau politik anak bangsa tak lepas dari semboyan jer basuki mawa béa”. Sandingannya adalah “no free lunch”. Asas kolektif dan kelogial menjadikan korupsi sebagai dosa politik dan kejahata politik dan bisa dianulir, diabolisi dengan hukum politik. [HaèN]