Halaman

Sabtu, 30 September 2017

demi wibawa negara, penguasa harus serba mégatéga



demi wibawa negara, penguasa harus serba mégatéga

Ritual tahunan, terkait tahun ajaran baru. Nasib anak didik klas 3 SMA/SMK ditentukan kelulusannya dengan bukti meraih ijazah. Cerita semakin meningkat. Pengumuman kelulusan disambut dengan hura-hura. Menjadi atraksi rutin merayakan kelulusan.

Mungkin, dengan ijazah SMA/SMK, karena faktor dan kondisi keluarga, dirasa sudah cukup dan mau tak mau terjun ke masyarakat, Didukung dengan sejumlah keahlian. Khususnya keahlian berbasis kemajuan TIK dengan berbagai produk turunannya.

Mau melangkahkan kaki ke kampus perguruang tinggi. Banyak ATHG yang menghadang.

Sinyalemen pemerintah, cukup sederhana :
Pertama, anak yang mampu secara akademik, namun dari keluarga kurang/tak mampu secara ekonomi. Tersedia menu berbagai program.
Kedua, anak yang kemampuan akademisnya pas-pasan, karena berasal dari keluarga mampu. Masih dapat dikursuskan. Atau melanjutkan usaha keluarga.
Ketiga, anak yang kemampuan akademisnya di bawah rata-rata atau syarat tertentu, dari keluarga kurang/tak mampu secara ekonomi. Pemerintah sudah mengantisipasi dengan kebijakan silih berganti.

Problem pendidikan tak akan pernah berhenti. Seolah berlomba dengan potensi anak didik. Ditambah kebijakan pemerintah yang tentunya merupakan kebijakan politik.

Entah sejak kapan, bahwa daya juang ideologi harus sudah diberlakukan. Sebagai pendidikan sejak dini. Alternatif utama bela negara, cinta tanah air, pro-pemerintah atau konsep akademis lainnya.

Periode 2014-2019 seolah generasi pemilik masa depan sudah dicekoki dengan berbagai gizi, nutrisi yang serba ajaib. Di pihak penguasa yang akan tetap mempertahankan eksistensinya sampai periode kedua. Berlakulah pasal jangan percaya pada bayangan badan sendiri. [HaèN]

Prakonsep Pengembangan Rumah Khusus di Kawasan Perbatasan



Prakonsep Pengembangan Rumah Khusus di Kawasan Perbatasan

1.1                   KARAKTERISTIK KAWASAN PERBATASAN
Salah satu peruntukan pengembangan Rumah Khusus yaitu di kawasan perbatasan. Agar interaksi Rumah Khusus dengan karakteristik Kawasan Perbatasan menghasilkan sinerjitas, maka langkah awal adalah dengan memahami karakteristik Kawasan Perbatasan.

Dimulai dengan UU 43/2008 tentang Wilayah Negara. Pasal 1 ayat 6 menyuratkan :

Kawasan Perbatasan adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal Batas Wilayah Negara di darat, Kawasan Perbatasan berada di kecamatan.

Secara geografis Indonesia masih menghadapi masalah perbatasan dengan negara tetangga. Kawasan perbatasan darat tersebar di lima provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua, dan Nusa Tenggara Timur. Garis batas antara RI-Malaysia di Pulau Kalimantan terbentang sepanjang 2.004 km, antara RI-PNG di Papua sepanjang 770 km, dan antara RI-Timor Leste di Nusa Tenggara Timur sepanjang kurang lebih 263,8 km. Sementara itu, kawasan perbatasan laut berada di 11 provinsi yang meliputi Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Riau, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Maluku, Provinsi Maluku Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat.

Dalam penyelesaian masalah perbatasan, Indonesia memiliki batas laut dengan sepuluh negara yakni India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Timor-Leste dan Australia. Sedangkan batas darat dengan tiga negara yakni Malaysia, Timor-Leste dan Papua Nugini.

1.2                   PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN
RPJMN 2015-2016 liwat Buku I Agenda Pembangunan Nasional telah menegaskan :
Perbatasan negara yang selama ini dianggap sebagai pinggiran negara, ditujukan pengembangannya menjadi halaman depan negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman. Pendekatan pembangunan kawasan perbatasan terdiri: (i) pendekatan keamanan (security approach), dan (ii) pendekatan peningkatan kesejahteraan masyarakat (prosperity approach), yang difokuskan pada 10 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) dan 187 Kecamatan Lokasi Prioritas (Lokpri) di 41 Kabupaten/Kota dan 13 Provinsi.

1.2.1             Sasaran
Sasaran pembangunan kawasan perbatasan pada tahun 2015-2019, meliputi:
a)      Berkembangnya 10 PKSN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, simpul utama transportasi wilayah, pintu gerbang internasional/ pos pemeriksaan lintas batas kawasan perbatasan negara, dengan 16 PKSN lainnya sebagai tahap persiapan pengembangan;
b)     Meningkatnya efektifitas diplomasi maritim dan pertahanan, dan penyelesaian batas wilayah negara dengan 10 negara tetangga di kawasan perbatasan laut dan darat, serta meredam rivalitas maritim dan sengketa teritorial;
c)      Menghilangkan aktivitas illegal fishing, illegal logging, human trafficking, dan kegiatan ilegal lainnya, termasuk mengamankan sumberdaya maritim dan Zona Ekonomi Esklusif (ZEE); dan
d)     Meningkatnya keamanan dan kesejahteran masyarakat perbatasan, termasuk di 92 pulau-pulau kecil terluar/terdepan;
e)      Meningkatnya kerjasama dan pengelolaan perdagangan perbatasan dengan negara tetangga, ditandai dengan meningkatnya perdagangan ekspor-impor di perbatasan, dan menurunnya kegiatan perdagangan ilegal di perbatasan.

1.2.2             Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan
 Arah kebijakan pengembangan kawasan perbatasan 2015-2019 adalah mempercepat pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang, terutama peningkatan bidang ekonomi, sosial dan keamanan, serta menempatkan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan.

Untuk mempercepat pengembangan kawasan perbatasan tersebut diperlukan strategi pembangunan sebagai berikut:
a)   Pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan negara berdasarkan karakteristik wilayah, potensi lokal, dan mempertimbangkan peluang pasar negara tetangga dengan didukung pembangunan infrastruktur transportasi, energi, sumber daya air, dan telekomunikasi-informasi;
b)   Membangun sumber daya manusia (SDM) yang handal serta pemanfaatan pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam memanfaatkan dan mengelola potensi lokal, untuk mewujudkan kawasan perbatasan negara yang berdaya saing;
c)   Membangun konektivitas simpul transportasi utama pusat kegiatan strategis nasional dengan lokasi prioritas perbatasan dan kecamatan disekitarnya, pusat kegiatan wilayah (ibukota kabupaten), pusat kegiatan nasional (ibukota provinsi), dan menghubungkan dengan negara tetangga. Membangun konektivitas melalui pelayanan transportasi laut untuk meningkatkan kualitas dan intensitas pelayanan terhadap wilayah perbatasan laut.
d)   Membuka akses di dalam lokasi prioritas dengan transportasi darat, sungai, laut, dan udara dengan jalan/moda/dermaga non status dan pelayanan keperintisan;
e)   Membangun kedaulatan energi di perbatasan Kalimantan, dan kedaulatan telekomunikasi di seluruh wilayah perbatasan negara.
f)    Optimalisasi pengawasan lintas batas negara dilakukan melalui kolaborasi peran dan fungsi secara terpadu antara Custom, Immigration, Quarantine, `Security (CIQS) sesuai dengan standar internasional dalam suatu sistem pengelolaan yang terpadu. Meskipun secara kelembagaan masing-masing merupakan institusi yang mandiri dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan lintas batas negara.;
g)   Meningkatkan kualitas dan kuantitas, serta standarisasi sarana-prasarana pertahanan dan pengamanan perbatasan laut dan darat, serta melibatkan peran aktif masyarakat dalam mengamankan batas dan kedaulatan negara;
h)   Penegasan batas wilayah negara di darat dan laut melalui Pra-investigation, refixation, maintanance (IRM), pelaksanaan IRM, penataan kelembagaan diplomasi perundingan yang didukung oleh kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas peran dan fungsi kelembagaan yang kuat;
i)     Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama perdagangan, dan kerjasama pertahanan dan keamanan batas wilayah dengan negara tetangga.
j)    Menerapkan kebijakan desentralisasi asimetris untuk kawasan perbatasan negara dalam memberikan pelayanan publik (infrastruktur dasar wilayah dan sosial dasar) dan distribusi keuangan negara;
k)   Menerapkan kebijakan khusus dan menata pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di kawasan perbatasan yang berorientasi pada kesejahteraan melalui pembinaan, monitoring dan evaluasi; dan
l)     Mereformasi pelayanan publik di kawasan perbatasan melalui penguatan desa di kecamatan lokasi prioritas penanganan kawasan perbatasan melalui fasilitasi, supervisi, dan pendampingan.

1.3                   KAWASAN PERBATASAN NEGARA
Beberapa Peraturan Presiden (perpres) menetapkan Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di provinsi : Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
a.      Perpres 32/2015 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di provinsi Papua, Pasal 1 butir 3 menjelaskan :
Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Papua yang selanjutnya disebut dengan kawasan Perbatasan Negara adalah Kawasan Strategis Nasional yang berada di bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia di Provinsi Papua dengan Negara Papua Nugini, Australia, dan Palau, dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan.

b.      Perpres 33/2015 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di provinsi Maluku, Pasal 1 butir 3 menjelaskan :
Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Maluku yang selanjutnya disebut Kawasan Perbatasan Negara adalah Kawasan Strategis Nasional yang berada di bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia di Provinsi Maluku dengan Negara Australia dan Timor Leste dalam hal batas Wilayah Negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan.

c.       Perpres 34/2015 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di provinsi Maluku Utara dan provinsi Papua Barat, Pasal 1 butir 3 menjelaskan :
Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Papua Barat yang selanjutnya disebut dengan Kawasan Perbatasan Negara adalah Kawasan Strategis Nasional yang berada di bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia di Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Papua Barat dengan Negara Palau, dalam hal batas Wilayah Negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan.

Otoritas Kepala Daerah Tak Akan Bertepuk Sebelah Tangan



Otoritas Kepala Daerah Tak Akan Bertepuk Sebelah Tangan

Orotitas kepala daerah, apakah gubernur maupun bupati/walikota, semakin bertaji jika mampu berkomunikasi, berkoordinasi atau tepatnya mengendalikan pihak legislatif, kalangan yudikatif serta mempunyai akses langsung ke partai politik atau gabungannya.

Berbagai pasal tentang tugas, wewenang dan kewajiban hanya akan menambah legitimasi kepala daerah, selain kondisi di atas, dengan fakta bahwa kepala daerah adalah dari orang kuat lokal. Artinya, dari sebuah keluarga yang secara turun temurun seolah merupakan bagian dari daerah. Atau, dikarenakan sebagai sebuah keluarga pelaku ekonomi yang sukses.

Kondisi praktik etonomi daerah, yang mungkin masih ada daerah yang senin-kamis atau sebagai daerah yang kurung beruntung. Masih terdapat kabupaten/kota yang timpang dalam hal pembangunan daerah. Bahkan di pulau Jawa, masih terdapat kantong-kantong penduduk miskin, kawasan kumuh perkotaan.

Kasus kepala daerah yang masih akrab dengan OTT KPK, hanya bukti sederhana betapa sebagai penguasa tunggal ikut bermain disemua lini. Kepala daerah yang rajin melakukan tindak turun tangan, blusukan ke sistem dan mekanisme pengambilan keputusan , apakah mempengaruhi kinerja pemerintah, tidak menjadi perosoalan. Apakah nanti akan meninggalkan berbagai tumpukan PR (pekerjaan rumah) menjadi tanggung jawab periode selanjutnya.

Di pihak lain, banyak mitra pemerintah daerah, khususnya pihak swasta, masyarakat maupun korporasi, yang harus pandai-pandai membaca aturan main sang kepala daerah. Mereka tahu betul bagaimana bermain yang cantik, aman dan tidak ada pihak yang merasakan dirugikan. Kalau rakyat berposisi pada pihak yang dirugikan, atau sebagai pihak penerima dampak pembangunan, hal wajar.

Ulah kepala daerah akan semakin nejadi-jadi atau sampai klimaksnya, jika ujaran, anjuran, tindak tutur kepala daerah adalah hukum. Minimal sebagai sinyal aspirasi kepala daerah, yang tidak bisa ditawar apalagi diganggu gugat. [HaèN]