lihat karakter diri pada sisa makanan di piring
Bagi manusia wong-Jawa, khususnya yang percaya
gugon tuhon adanya Dewi Sri sebagai dewi penjaga padi. Atau lebih spesifik
dengan standar kedewiannya di muka bumi Nusantara.
Orang merasa risi jika
melihat beras tercecer di tanah. Kendati sengaja ditabur dan ditebar untuk
memberi makan ayam, burung. Melihat padi tercecer di galengan atau jalan
sekitar sawah, para petani dengan tekun akan menjumputinya.
Perjalanan sejarah
kehidupan bangsa dan negara menentukan “nasib” Dewi Sri. Bisa juga dengan dewa
atau dewi kepercayaan masyarakat suku Jawa. Yang tersisa mungkin dengan
fenomena Betara Kala yang kepalanya saja mencaplok sang matahari. Sehingga terjadi
gerhana matahari. Badan Betara Kala menjelma menjadi lesung, wadah dari kayu untuk
tumbuk padi jadi beras.
Kemajuan peradaban
bangsa yang menjadikan hidup ini serba praktis. Persaingan dianggap sebagai
konsekuensi hidup, sebagai dinamika kehidupan.
Betapa orang makan,
memakai piring atau lainnya, seolah tanpa risi tidak menghabiskan santapannya. Terutama
nasi tidak sampai butir terakhir. Faktor ketergesa-gesaan atau ribet ngoreti
sisa makan. Dengan dalih bisa untuk makan kucing atau ayam.
Lebih berkarakter lagi. Lihat
pola makan di undangan hajatan atau pesta lainnya. Pokonya yang gratis. Atau berpikir
ekonomis, sudah sumbang sekian ribu Rp identik beli sekian piring makanan.
Porsi kuli atau porsi orang yang jarang ketemu nasi, bukan masalah.
Sudah menggunakan hak
untuk prasmanan. Ambil piring sambil antri incar lauk yang tersedia. Usai isi
nasi di piring ceper, semua lauk yang ada dijumput secara merata. Belum dengan
menggunakan mangkok ambil hidanga pembuka. Jangan ditanya soal kunyah buka,
makanan ringan, roti, jajanan pasar. Menu pengisi perut, soto campur, sate ayam
atau kuliner lainnya, wajib dicoba. Belum aneka minuman pendorong nasi agar
mudah masuk perut.
Makan baru setengah
jalan, diam-diam diletakkan. Pura-pura mau ke belakang. Atau mau samperin
kawan yang hadir. Tak tahunya, ganti piring, ganti menu.
Memang ada anggapan
kalau makan sampai licin tandas, tak tersisa sebutir nasi pun, dianggap bikin
malu. Seperti orang kelaparan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar