Halaman

Kamis, 07 September 2017

lihat karakter diri pada sisa makanan di piring



lihat karakter diri pada sisa makanan di piring

Bagi  manusia wong-Jawa, khususnya yang percaya gugon tuhon adanya Dewi Sri sebagai dewi penjaga padi. Atau lebih spesifik dengan standar kedewiannya di muka bumi Nusantara.

Orang merasa risi jika melihat beras tercecer di tanah. Kendati sengaja ditabur dan ditebar untuk memberi makan ayam, burung. Melihat padi tercecer di galengan atau jalan sekitar sawah, para petani dengan tekun akan menjumputinya.

Perjalanan sejarah kehidupan bangsa dan negara menentukan “nasib” Dewi Sri. Bisa juga dengan dewa atau dewi kepercayaan masyarakat suku Jawa. Yang tersisa mungkin dengan fenomena Betara Kala yang kepalanya saja mencaplok sang matahari. Sehingga terjadi gerhana matahari. Badan Betara Kala menjelma menjadi lesung, wadah dari kayu untuk tumbuk padi jadi beras.  

Kemajuan peradaban bangsa yang menjadikan hidup ini serba praktis. Persaingan dianggap sebagai konsekuensi hidup, sebagai dinamika kehidupan.

Betapa orang makan, memakai piring atau lainnya, seolah tanpa risi tidak menghabiskan santapannya. Terutama nasi tidak sampai butir terakhir. Faktor ketergesa-gesaan atau ribet ngoreti sisa makan. Dengan dalih bisa untuk makan kucing atau ayam.

Lebih berkarakter lagi. Lihat pola makan di undangan hajatan atau pesta lainnya. Pokonya yang gratis. Atau berpikir ekonomis, sudah sumbang sekian ribu Rp identik beli sekian piring makanan. Porsi kuli atau porsi orang yang jarang ketemu nasi, bukan masalah.

Sudah menggunakan hak untuk prasmanan. Ambil piring sambil antri incar lauk yang tersedia. Usai isi nasi di piring ceper, semua lauk yang ada dijumput secara merata. Belum dengan menggunakan mangkok ambil hidanga pembuka. Jangan ditanya soal kunyah buka, makanan ringan, roti, jajanan pasar. Menu pengisi perut, soto campur, sate ayam atau kuliner lainnya, wajib dicoba. Belum aneka minuman pendorong nasi agar mudah masuk perut.

Makan baru setengah jalan, diam-diam diletakkan. Pura-pura mau ke belakang. Atau mau samperin kawan yang hadir. Tak tahunya, ganti piring, ganti menu.

Memang ada anggapan kalau makan sampai licin tandas, tak tersisa sebutir nasi pun, dianggap bikin malu. Seperti orang kelaparan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar