.revolusi politik mental karakter babi
Pernah tenar di akhir
tahun 80-an, lagu dengan gubah lirik diplesetkan menjadi “andai dipisah mulut
dengan lutut”. Padahal semenjak manusia pertama diciptakan Allah,
secara fisik anatomis letak mulut terpisah dan jauh di atas lutut. Namanya
manusia, acap agar biar terlihat eksistensi, agar diperhitungkan di panggung
politik, maka mulut dan atau lutut dijadikan senjata.
Hidup merupakan fungsi waktu. Detik waktu berpacu melawan detak jantung
kita. Kita dalam memanfaatkan waktu sampai memasuki jebakan dan jeratan tak kenal
waktu. Banting tulang, peras otak, peras keringat sampai kepala menjadi kaki,
kaki menjadi kepala. Semua usaha, upaya maupn ikhtiar disiasati dengan segala
cara. Mencari yang haram pun susah, apalagi yang halal, menjadi pedoman bagi
kelompok tertentu. Kalau bisa dikeruk, kenapa cuma harus seteguk. Kalau bisa
dikuras, kenapa cuma harus sebatas. Kalau bisa diperas sampai tuntas, kenapa
cuma menadah ampas. Kalau tidak bisa korupsi, manfaatkan dana aspirasi.
Kendati kepala jadi kaki, kaki jadi kepala, menjadi semboyan hidup manusia
dalam menyelesaikan urusan dunia, sebagai tindakan nyata menjemput rezeki-Nya. Biarpun peras keringat
dan peras otak, tak kenal waktu, hidup diuber waktu, nyawa bisa jadi taruhan.
Persaingan hidup menjadikan manusia siap berjibaku, di mana saja, kapan saja,
bahkan tidak pandang bulu. Semua ada aturan mainnya.
Kita jangan lupa, bahwa yang halal pun ada batasnya ada takarannya. Kita
simak [QS Asy Syuura (42) : 27] : “Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka
akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang
dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan)
hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.”
Arus dan aliran politik
di periode 2014-2019 bergerak bebas nyaris liar. Indikator utamanya yaitu masih
ada pemain, pelaku, pekerja politik yang rangkap jabatan sebagai wakil rakyat,
berurusandengan KPK. Mereka jangan serta merta dipersalahkan, mereka justru
pahlawan ideologi bagi partainya. Efek
domino revolusi mental dengan komandan yang mental politiknya pas-pasan,
menyuburkan mental babi yang dianut kawanan parpolis Nusantara. Kita ingat
betapa seekor babi yang didorong pantatnya biar maju, malah berupaya mau
mundur. Babi ditarik moncongnya, malah mengeluarkan tenaga dan tindakan
perlawanan untuk bergerak mundur. Kalau di depan mata babi diiming-imingi
segepok kursi kekuasaan, serta merta babi sigap meraihnya. [HaeN]