Halaman

Minggu, 14 Agustus 2016

INDONESIA, negara tradisional vs generasi karbitan



INDONESIA, negara tradisional vs generasi karbitan

Entahlah kalau frasa 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara bertajuk “Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika” merupakan ramuan super ajaib yang mampu menjawab berbagai permasalahan, persoalan, problema kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Sehingga siapa pun presidennya, tidak jadi masalah. Asal mampu melaksanakan perwujudan 4 pilar dengan baik dan benar. Rakyat hanya menuntut kesejahteraan lahir batin. Tidak disuguhi hingar-bingar konflik orang politik.

Pancasila yang awalnya sebagai dasar negara, telah mengalami perubahan bentuk mengikuti dinamika zaman dan selera politik Nusantara. Di era Orde Baru, “Pancasila Sakti” mampu menghantarkan penguasa tunggal suskes di 6 kali pemilu yang menetapkannya sebagai presiden RI kedua. Bahkan awet lebih lama dibanding Soekarno, presiden pertama RI.

Periode 2014-2019, Indonesia memasuki masa transisi, pancaroba, apapun bisa akan terjadi. Berkat formulasi revolusi mental, lahirlah aparat pecandu uang bandar narkoba. Kompleksitas masalah efek dominonya tidak sekedar pagar makan tanaman. Walau masuk kuadran pengkhiatan negera, karena bekerja sama, berkolaborasi, bersekongkol dengan pihak yang seharusnya jadi lawan, akan tetapi bahasa politik bisa menenggelamkan bahasa hukum.

Di panggung, gelanggang, indistri dan syahwat politik, prestasi politik anak bangsa tidak harus dimulai dari bawah, tidak wajib dirintis sejak awal, dasar aturan main berpolitik. Mau menjadi wakil rakyat, kepala daerah, pembantu presiden bahkan jadi kepala negara tidak perlu melalui proses berjenjang. Memanfaatkan media masa berbayar, bisa mendongkrak citra rasa diri, mampu mempopulerkan nama baik dan nama besarnya. Pasal saling libas, menjadi wajib dalam kamus politik. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar