Halaman

Kamis, 04 Agustus 2016

politik garing, bak cinta tanpa bukti



politik garing, bak cinta tanpa bukti

Konon, sifat, watak, karakter serta padanan lainnya dalam industri, panggung, syawat politik untuk meujudkan atau berbasis “loyal” lebih diartikan sebagai “penghambaan”. Penghambaan orang kepada orang. Kalau terjadi perjuangan tanpa pamrih atau yang disebut pengabadian, bisa terjadi karena para oknum pelaku, pemain, pekerja politik mendaulat dirinya sebagai “abdi Rp”. Getir memang. Itulah aturan main dank ode etik partai politik.

Konon, justru di tubuh internal partai politik, di struktur organisasi partai politik, terjadi praktik pengkastaan, penstrataan berdasarkan “derajat” kader atau anggotanya. Terlebih, jika oknum ketua umum mempunyai hak prerogatif, kekuasaan mutlak partai di tangannya. Jangan lupa, tolok ukur kadar derajat tidak hanya pada sikap loyal, kadar ideologi, jam terbang mengalami pasang surut partai, tetapi bisa pada potensi, khususnya potensi Rp.

Konon, jika ada partai politik lebih mengutamakan, mengedepankan semboyan “atas restu dan petunjuk sang ketua umum”, maka di akar rumputnya muncul slogan “pejah gesang ndérék partai”. Daya juang dan ruang gerak partai seperti ini sudah bisa ditebak. Mereka melihat nasib bangsa dan rakyat Indonesia dimulai dari mengevaluasi nasib diri. Andai mereka kenyang dengan mengurus partai yang notabene sarat urusan dunia, baru mereka memasuki tahap kedua, yaitu mewariskan berhala Reformasi 3K (kuasa, kaya, kuat) kepada kerabatnya.

Konon, pengkaderan internal partai diterjemahkan sebagai penyiapan anak cucu untuk maju sebagai pewaris berhala Reformasi 3K. Urusan rakyat hanya dilakukan saat jelang pesta demokrasi. Potensi rakyat berupa hak pilih jangan sampai terbuang mubazir sebagai golongan putih (golput) terlebih jangan sampai menyeleweng malah memilih lawan politiknya.

Konon, bagaimanapun hebatnya pergerakan partai politik di Indonesia, namun jangan disangka mereka ternyata bergerak di bawah aba-aba, komando, kendali, koordinasi kekuatan pelaku ekonomi. Andai orang politik yang masih murni, tulen berjiwa nasionalisme kebangsaan, yang tidak bisa dinego atau diajak berkompromi, berkonspirasi, maka pelaku asing akan turun di gelanggang politik Nusantara. Contoh khayal, jika pergerakan kaum pekerja/buruh dinilai meresahkan investor mancanegara, tak ayal akan terjadi serbuan TKA. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar