politik garing, bak cinta tanpa bukti
Konon,
sifat, watak, karakter serta padanan lainnya dalam industri, panggung, syawat
politik untuk meujudkan atau berbasis “loyal” lebih diartikan sebagai “penghambaan”.
Penghambaan orang kepada orang. Kalau terjadi perjuangan tanpa pamrih atau yang
disebut pengabadian, bisa terjadi karena para oknum pelaku, pemain, pekerja
politik mendaulat dirinya sebagai “abdi Rp”. Getir memang. Itulah aturan main dank
ode etik partai politik.
Konon,
justru di tubuh internal partai politik, di struktur organisasi partai politik,
terjadi praktik pengkastaan, penstrataan berdasarkan “derajat” kader atau
anggotanya. Terlebih, jika oknum ketua umum mempunyai hak prerogatif, kekuasaan
mutlak partai di tangannya. Jangan lupa, tolok ukur kadar derajat tidak hanya
pada sikap loyal, kadar ideologi, jam terbang mengalami pasang surut partai, tetapi
bisa pada potensi, khususnya potensi Rp.
Konon, jika
ada partai politik lebih mengutamakan, mengedepankan semboyan “atas restu dan
petunjuk sang ketua umum”, maka di akar rumputnya muncul slogan “pejah gesang
ndérék partai”. Daya juang dan ruang
gerak partai seperti ini sudah bisa ditebak. Mereka melihat nasib bangsa dan
rakyat Indonesia dimulai dari mengevaluasi nasib diri. Andai mereka kenyang
dengan mengurus partai yang notabene sarat urusan dunia, baru mereka memasuki
tahap kedua, yaitu mewariskan berhala Reformasi 3K (kuasa, kaya, kuat) kepada
kerabatnya.
Konon,
pengkaderan internal partai diterjemahkan sebagai penyiapan anak cucu untuk
maju sebagai pewaris berhala Reformasi 3K. Urusan rakyat hanya dilakukan saat
jelang pesta demokrasi. Potensi rakyat berupa hak pilih jangan sampai terbuang
mubazir sebagai golongan putih (golput) terlebih jangan sampai menyeleweng
malah memilih lawan politiknya.
Konon,
bagaimanapun hebatnya pergerakan partai politik di Indonesia, namun jangan
disangka mereka ternyata bergerak di bawah aba-aba, komando, kendali, koordinasi
kekuatan pelaku ekonomi. Andai orang politik yang masih murni, tulen berjiwa
nasionalisme kebangsaan, yang tidak bisa dinego atau diajak berkompromi,
berkonspirasi, maka pelaku asing akan turun di gelanggang politik Nusantara.
Contoh khayal, jika pergerakan kaum pekerja/buruh dinilai meresahkan investor
mancanegara, tak ayal akan terjadi serbuan TKA. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar