Halaman

Selasa, 11 Februari 2014

TRITURA VERSI REFORMASI



UNEG-UNEG DIAM (UUD) : TRITURA
Kamis, 24/10/2002 14:32
UNEG-UNEG DIAM (UUD) : TRITURA VERSI REFORMASI

Salah satu ataupun benar semua yang menunjukkan betapa lihai, piawai, julig maupun kesederhanaan pikiran the smilling general Soeharto dalam meninabobokan ras Melayu yang mendominasi watak bangsa Indonesia, di awal Orde Baru, adalah dengan cara membubarkan PKI dengan segala ormas-ormasnya. Selain sebagai organisasi terlarang, ajaran-ajaran komunis pun dinyatakan terlarang terang-terangan, baik dari segi peredaran faham maupun diperjualbelikan naskahnya. Ikhwal ini dilengkapi dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa, yang mengadili benggol dan dedengkot PKI.

Masalah bubarnya Kabinet Dwikora/100 Menteri direalisasikan dengan pembentukan Kabinet Pembangunan. Soal penurunan harga diimbangi dengan kurs dollar berdasarkan ketetapan pemerintah. Akhirnya secara politis dan ekonomis Soeharto bisa bertahta selama 6 kali pemilu, berturut-turut. Tanpa ada itikad untuk menuntut, apalagi mencabut mandataris presiden. Seolah semua nyali dan hati nurani menjadi ciut. Semua komponen bangsa, khususnya Angkatan 1966 turut-miturut saja. Para pemanfaat kesempatan malah mematut-matut diri untuk ikut, daripada kesikut lebih baik bertopeng wajah kecut. Sampai ada yang mengekor mBak Tutut. Semua sudah kepincut untuk nunut dan kebacut untuk katut.

Poros kekuasaan diciptakan Soeharto secara telak (menggalang kekuatan Golkar, ABRI dan konglemerat sebagai mesin politik), diimbangi para pejabat negara atau birokrat bisa bermain dalam KKN. Cerita tentang Reformasi, konsepnya hanya melengserkeprabonkan Presiden Soeharto dari singgasana. Adegan berikutnya bak layang-layang putus talinya, diombang-ambingkan persaingan bebas. Semua berimprovisasi sesuai selera, semua unjuk raga tanpa peduli.

Antiklimaks Tritura versi Reformasi yang berhasil yaitu :

Pertama, munculnya puluhan partai politik berdasarkan hukum rimba, semua berorientasi ke kursi. Parpol merupakan fungsi dari kekuasaan yang melahirkan ketidakpuasan dan kebuasan; fungsi dari kewenangan yang melahirkan ketidaksewenangan dan sewenang-wenang. Baik itu parpol sempalan, parpol kembar, barisan sakit hati, macam ompong ataupun model kubu-kubu. Pengurus parpol tentunya tidak mau masuk kategori "kurus".

Kedua, naiknya berbagai harga dengan dalih kurs dollar mengikuti hukum pasar internasional atau perdagangan bebas dunia, khususnya IMF. Jangan mimpi kalau harga-harga akan turun, kendati rupiah menguat. Pengangguran, termasuk pengangguran politik menjadi hal biasa. Orang Kaya Baru atau konglomerat mini bertimbulan, baik di jalanan maupun di tingkat parlemen.

Ketiga, terbentuknya Kabinet Balas Jasa sesuai asas demokrasi jalanan, yang siap bongkar pasang. Komposisi kabinet diselaraskan dengan komposisi parpol pemenang pemilu. Teori antrian agaknya susah ditrapkan, orang parpol yang berkedok wakil rakyat akan mencari upaya terobosan untuk percepatan nasib. Akhirnya, memasuki tahun keempat Reformasi, watak Melayu yang masih kental dan menyebalkan tak merasa dininabobokan oleh berbagai krisis. Pertikaian dan konflik selalu diperbarui secara sistematis dan permanen. Tokoh-tokoh yang ditayangkan hanya itu-itu saja, hanya beda status. Himbauan pemerintah lebih bersifat retorika, ditimpali dengan silang kata oleh para penyelenggara negara. Langkah politis dan ekonomis yang dicanangkan pemerintah selalu menjadi mentah sebelum matang. (hn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar