luncuran sisa bukti 2020
“Hal yang secara umum
sudah diketahui tidak perlu dibuktikan”, suratan Pasal 184 ayat (2) UU 8/1981
tentang KUHP. Agar lebih berbunyi, surut sidik ke Pasal 1 butir 2:
1.
2.
Penyidikan adalah
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Frasa “guna menemukan
tersangkanya”. Padahal jika kita simak lanjut ke Pasal 1 butir 14 tertera:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Tersangka adalah seorang
yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut
diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Agar lebih nyaman perangkaian
kalimat sesuai judul dan menghindari bias emosi. Malah ajak pemirsa kembali
balik ke Pasal 1 butir 5:
5.
Penyelidikan adalah
serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa
yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Namanya UU walau produk
politik terkendali zaman Orde Baru. Sudah mengenal main kata susun kalimat agar
tampak berpikir. Kiranya dengan demikian ada eloknya simak:
Pasal 17
Yang dimaksud
dengan "bukti permulaan yang cukup" ialah bukti permulaan
untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14. Pasal
ini menentukan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan
sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betu-betul melakukan
tindak pidana.
Asas tepat manfaat,
simak Pasal 66 dan penjelasannya:
Pasal 66
Tersangka atau
terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.
Penjelasan Pasal 66.
Ketentuan ini adalah penjelmaan dari
asas "praduga tak bersalah".
Media massa arus utama,
bahkan khususnya media massa arus pendek punya sebutan: terduga, tertuduh. Ironis
binti miris jika nyatanya di UU 8/1981 tidak menerapkan lema, kata ‘tuduh’. [HaéN]