Halaman

Selasa, 22 Desember 2020

daya cerna keprihatinan nusantara

 daya cerna keprihatinan nusantara

 Wajar di panggung adab politik nusantara. Relawan penguasa petahana pilpres 2019, merasa ilok mendapat jatah kursi pembantu presiden. Modal dengkul sampai pasang badan, sebagi bukti ringan jangan dianggap enteng. Sudah masuk dalil barter politik kelas bebas. Disparitas antara pihak terpilih secara mayoritas dengan rakyat pengguna hak pilih kian menganga.

 Lagu lama, kemasan baru. Penyakit politik bawaan mentalias paham ‘nasakom’. Penguasa merasa kian jauih dari rakyat, berguguranlah nilai-nilai Pancasila. Kian arus global merembes ke darat tanah air, merahnya sang Merah Putih kian kental. Musuh nyata senyatanya unjuk gigi, unjuk raga di jalanan sampai parlemen dan istana. Politik libas tanpa ampas, tebas tuntas sebelum tunas pihak berseberangan.

 Lompatan politik pasca covid-19, beda ilmu vs lain guru. Domestikasi, lokalitas, lokalisasi maupun karantina wilayah bersubsidi silang agar manusia bertransformasi kembali ke jati diri, kesejatian manusia. Soal utuh atau unggul, laik tanding atau pilih tanding, serahkan kepada asupan santunan jiwa raga. Pola grafik kemanusiaan bersifat gejolak dinamis, fluktuatif tergantung stabilitas eksternal.

 Tragedi agresi pandemi covid-19, pendekatan medis vs kompensasi politik. Energi politik yang berlaku sesuai hukum rimba belantara nusantara tak beretuan. Tidak bisa direkayasa bahkan diintimidasi agar multiguna, multimanfaat. Tidak bisa digandakan untuk menjalankan misi pembenturan. Tidak bisa mirip tangan dalang wayang kulit. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar