Halaman

Minggu, 13 Desember 2020

tata moral bangsa tak harus masuk akal

 tata moral bangsa tak harus masuk akal

 Umat beragama, penganut agama di nusantara paham secara awam, betapa “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya” ditambah pasal bahwasanya “setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”.

 Keberpengetahuan berbasis HAM maupun kemanusiaan yang adil dan beradab adalah mereka merasa bebas untuk beribadat menurut martabat diri. Prosesi pemaknaan hak bebas meyakini kepercayaan vs mempercayai keyakinan, menjadikan diri selaku manusia bebas. Merasa aneh teraneh-aneh jika melihat pihak lain bisa berkebaikan.

 Kendati bermodal akal, nalar, logika akademis berstata, bukan jaminan serta merta paham dampak nyata berkebaikan. Permanjaan alam yang dipertontonkan tayangan ‘karhula’ menjadi rujukan mulia. Petani tanam padi mendapat bonus alami, berupa rumput atau tanaman tak diharapkan lainnya. Hama dan produk pabrikan rekayasa genetika menjadi kebijakan pemerintah.

 Daya kritis anak bangsa nusantara sebatas matematis kehidupan di dunia. Mengapa repot-repot dengan urusan masa depan bangsa. Tiap anak sudah punya rezekinya masing-masing. Berkebaikan diri manusia berdampak pada tata lingkungan. Untuk apa berilmu hanya untuk cari pekerjaan. Untuk apa bekerja hanya sekedar memenuhi prosedur hidup di dunia.

 Jika generasi mendatang paham siklus hidup dunia-akhirat. Lain cerita beda perkara. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar