Halaman

Senin, 28 Desember 2020

keajegan membuat kadar iman tetap ngadeg jejeg

 keajegan membuat kadar iman tetap ngadeg jejeg

Watak gojag-gajeg tidak dimonopoli wong Jawa. Melekat pada pernasiban anak bangsa nusantara. Daya batin manusia memperkuat pemahaman pertama yang ditangkap akal sehatnya. Tanpa banyak tanya, lebih dominan pakai dalil dialog, diskusi, debat. Rasa peduli UUD NRI 1945 menetapkan asas adab bebas nusantara, mempercayai keyakinan vs meyakini kepercayaan.

 Batasan lima waktu pada agama tauhid. Mulai evaluasi diri sejak dini sampai pasal kendali mutu selaku makhluk sosial berkeadilan plus berkesejahteraan. Kendali akal sehat mengangkat nyali jauh di atas rata-rata nasional. Tingkat daya saing (competitiveness) merupakan salah satu parameter memanusiakan manusia mewujudkan bentukan manusia unggul, manusia seutuhnya.

 Posisi tawar manusia nusantara dalam kancah persaingan lokal kedaerahan. Nilai tawar nusantara kian tawar. Fakta empiris yang dijadikan hipotésis cukup simpel, sederhana, mudah dicerna nalar awam. Yang mana dimana koalisi, kolusi, kompromi, kongsi parpol pro-penguasa hanya berlaku di pilpres. Tidak laku di pilkada, terlebih pilkada serentak 2020.

 Yuridis formal diakui bahwasanya sumber utama konflik sosial adalah politik. Gaduh politik kian masif, fokus, terukur. Kesenjangan politik memacu memicu aksi separatis, gerakan radikal maupun “main polisi”. Model tanggap darurat penyakit politik, lanjut dengan aksi peningkatan sadar diri maupun  deteksi dini guna memastikan penyakit periodeisasi akan cepat terdeteksi sejak dini. Berpijak tapi tidak menapak.

 Kadar Islam nusantara, masih mengantuk vs belum bangun. Semangkin meng-amin-i modus politik nusantara, kian berbanding terbalik meng-iman-i kebenaran. Sepertinya sudah tak ada lagi kasus yang lebih buruk rupa. Manusia politik atau pihak yang mendapat jasa darinya, mulai tampak takut bayang-bayang sendiri. Takut dengan aksi sendiri. Merasa dikejar-kejar iblis penagih jasa. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar