ikn nusantara vs sentimen semu nenek moyangku
Pesta demokrasi yang paling
demokratis pun, bahkan yang dipraktikkan di negara dwipartai, supermaju, adidaya,
tetap tak akan lepas dari biaya politik. Kampanye politik sampai pendekatan ke
yang punya hak pilih, pendekatan door to door, pendekatan hati ke hati
tak akan lepas dari atau bagian mata rantai biaya politik.
Sebagai negara multipartai, wajar kalau dasar negara
disesuaikan dengan bahan kampanye. Formulasi sejahtera Indonesia, lebih menberi
akses kepada pihak mana pun yang peduli dengan kondisi bangsa. Pemerintah
bayangan pun sudah melampaui hakikat otonomi daerah.
Pasti, dalil kuno: Veni, Vidi, Vici
utawa "Saya datang, saya melihat,
saya telah menaklukkan" tak begitu saja
bisa ditanggalkan, ditinggalkan. Sebagai individu, insan merdeka dan bebas
intervensi politik, maka setiap atlet punya perjalanan karir.
Budaya bangsa memang menggariskan
patuhilah pimpinan, wakilmu selama masih bener lan pener.
Ketika sang penguasa semakin keblinger, wajib diingatkan. Tindak keblinger
sampai klimaksnya, membuat rakyat nek, mblenger, perlu tindak turun tangan.
Menetapkan produk hukum yang memuluskan jalan sampai
akhir periode. Jangan sampai terjegal, ternegal di tengah jalan. Sekaligus
membuat jaring pengaman atas tuntutan zaman pasca kontrak politik habis.
Membanggakan masa lalu dalam hal jasa keringat leluhur. Soal kasus hukum,
jeratan pidana atau pasal lain, otomatis diputihkan dan periode pengganti mulai
dari nol, start dari babak awal. [HaéN]