wajah rapat bumi, waktu
diri tembus vertikal batas waktu bumi
Tepatnya, frasa “tembus waktu” dan
turunannya tersurat di (QS Al Ar Rahmaan [55]
: ayat 33):
“Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup
menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak
dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”.
Peristiwa isra’ miraj’ nabi Muhammad
SAW menjadi acuan, rujukan utama umat Islam untuk mencerna ayat dimaksud. Akal sehat manusia menterjemahkan hujan dicurahkan
dari langit, Rakhmat-Nya. Formulasi siklus hidup.
Peluang mengamalkan, mempraktekkan
ayat di atas, tidak harus secara kasat mata, jasmani, ragawi, lahiriah.
Allah SWT
menerima sholat hamba-Nya bahkan di tempat memberikan perintah sholat kepada nabi
Muhammad SAW.
Saat kita
sujud, dengan dahi dan ujung hidung (dihitung satu titik) menyentuh bumi, rapat
bumi. Diletakkan pelan. Bobot kepala dibantu oleh dua
telapak tangan. Beban badan dibebankan ke tujuh titik. Tidak masalah, lutut
dahulu atau telapak tangan menyentuh alas sholat. Jari kaki diajak sujud. Mampukah
kita melihat ujung hidung sendiri.
Posisi kepala menjadi lebih rendah daripada
letak pantat. Dahi jangan terhalang tutup kepala. Bayangkan saja kawan, kepala yang begitu mulia, “direndahkan” secara
fisik sebagai bukti ketertundukkan umat manusia kepada Yang Maha Pemilik
Kebesaran dan Kemuliaan (Dzul Jalaali Wal
Ikraam).
Mengacu manfaat rangkaian ritual spiritual
gerakan fisik sholat, memang bersifat dinamis. Artinya tidak hanya itu.
Pengalaman orang lain patut kita jadikan renungan. Pengalaman diri sendiri,
lebih menuju mencari kekurangan sekaligus menyempurnakannya.
Gerak dan posisi ruku’ dan/atau
sujud, masuk kemasan bagaimana kita memberlakukan kepala. Yang lebih banyak
dipakai untuk menegakkan badan. Sombong begitu. Badan kecil tapi jalan
digagah-gagahkan, biar tampak wibawa. Mahkota tanda kebesaran kekuasaan,
dipasang di atas kepala. Semakin menambah rasa percaya diri. Ditambah tongkat
komando. Seakan dunia tunduk.
Betapa posisi ruku’, kepala harus
ditundukkan. Lebih tunduk dari rasa hormat. Sampai badan, punggung rata-rata
air. Mata memandang bumi, tempat sujud. Sambil berucap doa. Rasanya, posisi
kepala menjadi selevel dengan pantat. Apa arti kepala saat itu. Apanya yang
masih bisa disombongkan, dibanggakan. Sebesar apapun mahkota, tak berarti
apa-apa.
Karena banyaknya kejadian yang
sedang, masih, dan akan selalu terjadi, maka dipandang tak elok jika
melanjutkan olahkata ini. Mosok, rahasia umum disajikan, sudah basi sebelum
tulisan jadi. Itu saja kawan.
Adab
bermasyarakat berdasarkan teritorial, lokalitas, komunitas lokal maupun sifat
istimewa atau khusus,
menjadi landasan pondasi adab berbangsa secara horizontal. Struktur pemerintah
sesuai bentuk negara menjelaskan
adanya strata sosial, status politik maupun nilai-nilai duniawi penduduk.
Ikhwal ini masuk sebutan adab bernegara.
Peradaban
fungsional atau internal nusantara terasa dipacu dipicu masuk pasar bebas
dunia, berkat tata moral, pranata mental,
religiusitas kefitrahan partai politik dan organisasi kemasyarakatan
pra-kemerdekaan. [HaéN]