MEWUJUDKAN PEMILIKAN
RUMAH YANG LAYAK
DENGAN DUKUNGAN
PINJAMAN BIAYA
MEMBANGUN BAPERTARUM-PNS*)
KILAS BALIK
Bisa
jadi ikhwal memiliki / menghuni rumah yang layak (adalah bangunan memenuhi
persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta
kesehatan penghuninya) dalam batas tanggung jawab invidu akan sulit diwujudkan.
Dukungan pemangku kepentingan lainnya, sebagai proses sinerjitas atau pemacu
maupun pemicu potensi keluarga untuk berswadaya memiliki tempat tinggal sangat
menentukan. Banyak faktor yang mempengaruhi biaya konstruksi bangunan rumah
tinggal, baik dibangun sendiri maupun dibeli dari pengembang atau pola
pemilikan lainnya.
Bayangan
untuk memiliki rumah sendiri secara ideal terkendala oleh syarat memiliki tanah
sendiri. Kesulitan berikutnya berbagai izin yang harus dikantongi untuk
membangun rumah tinggal. Keinginan pemilik atas standar rumah yang layak yang
harus diterjemahkan oleh arsitek ke dalam tipe atau model bangunan menjadikan
daftar panjang masalah. Kemampuan finasial keluarga, walau suami isteri
bekerja, masih kalah cepat dengan gejolak harga.
Bagi
Pegawai Negeri Sipil (PNS), salah satu potensinya adalah mempunyai penghasilan
tetap per bulan (gaji) dan dapat diprediksi tunjangan, tambahan, honor atau
kenaikannya secara berkala, tetap akan dirundung masalah pemenuhan kebutuhan
dasar papan. Kepastian tentang jenjang karir bagi PNS akan mempengaruhi pola
kehidupannya. Diharapkan ada keseimbangan antara karir sebagai PNS dan sebagai keluarga.
Faktor
eksternal yang menentukan karir PNS, sedangkan untuk karir keluarga sangat
tergantung keberanian ybs untuk merealisasikan cita-citanya. Keberanian untuk
menikah, berkeluarga, berumah tangga sama beratnya untuk memiliki / menghuni
rumah yang layak. Terlebih ada kiat bahwa syarat untuk berumah tangga harus
memiliki rumah terlebih dahulu.
Jadi,
pola karir atau peta perjalanan hidup PNS, selain bersifat kedinasan juga
mempunyai muatan dukungan bagi keluarga. Dukungan tersebut antara lain akses
untuk memiliki / menghuni rumah yang layak. Badan Pertimbangan Tabungan
Perumahan-PNS (Bapertarum-PNS) dengan berbagai layanannya (Pinjaman Uang Muka, Pinjaman Biaya Membangun (PBM), Bantuan Uang Muka (Rumah dan Rusun), Pinjaman
Lunak Bencana Alam, Pinjaman Lunak Konstruksi dan Pengembalian Tabungan)
diharapkan dapat mewujudkan keinginan untuk memiliki rumah yang layak.
TINJAUAN MASALAH
Kendati dukungan
pemerintah terhadap perumahan dan permukiman, khususnya melalui peraturan perundangan,
telah transparan dan terfokus namun masih banyak kendala di lapangan.
Koordinasi pihak pengembang dengan perusahaan yang menangani listrik, air
bersih merupakan kendala tersendiri yang sering terjadi. Lagu lama, kawasan
perumahan yang belum diserahkan oleh pengembang ke pemerintah daerah, belum
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah ybs.
Uraian di atas,
menegaskan bahwa terdapat dua sisi masalah yang saling bertautan dan
mempengaruhi. Satu sisi memperlihatkan betapa persoalan tidak berhenti di
rumah, justru mulai dari rumah, dan dilengkapi dengan masalah lingkungan tempat
tinggal. Bisa kita simak dan cermati Undang-Undang Republik Indonesia nomer 4
tahun 1992 tentang “Perumahan dan Permukiman”, khususnya :
BAB III
PERUMAHAN
Pasal 5
(1). Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati
dan/atau menikmati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang
sehat, aman, serasi, dan teratur.
(2). Setiap warga negara mempunyai kewajiban dan tanggung
jawab untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
Berdasarkan penjelasannya
dapat disimpulkan bahwa upaya untuk pemenuhan hak warga negara tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari membangun sendiri atau dengan cara
sewa, membeli secara tunai atau angsuran, hibah dan cara lain yang sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Menempati atau menikmati
rumah merupakan pemenuhan hak sebelum dapat memiliki rumah sendiri.
Rumah yang layak
dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur adalah lingkungan yang
memenuhi persyaratan penataan ruang, persyaratan penggunaan tanah, pemilikan hak atas tanah, dan
kelayakan prasarana serta sarana lingkungan. Artinya ada berbagai kondisi sebagai
persyaratan yang mau tak mau, suka tak suka, bisa tak bisa harus dipenuhi atau
tersirat adanya kewajiban setiap warga negara.
Kendati ada hak atas lingkungan
hidup, semisal dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang “Hak Asasi Manusia” Pasal 9
ayat (3) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat, serta UU No. 23 tahun 1997 tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup”
Pasal 5 ayat (1) menyuratkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain.
Sisi lain menyiratkan betapa dunia PNS sulit ditebak
isinya, terlebih berbagai gejolak sangat beragam menghiasi kehidupan
sehari-hari. Manajemen PNS dapat diwujudkan melalui pembinaan yang dilaksanakan
berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karir, titik berat pada sistem prestasi kerja. Sebagai
seorang PNS, prestasi kerja bisa disiasati, termasuk jika urusan belakang atau
keluarga relatif mapan, tenang dan terjamin lahir dan batin. Harus ada
kesimbangan antara karir dan keluarga.
Untuk meningkatkan kinerja organisasi diperlukan pola
karir yang dapat mendorong setiap PNS bersaing meningkatkan kompetensinya.
Tantangan
yang dihadapi untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat dan mewujudkan
kota tanpa permukiman kumuh, adalah (a) melakukan reformasi secara serentak,
khususnya yang berkaitan dengan perpajakan, retribusi/biaya perizinan daerah,
pertanahan dan tata ruang, sebagai upaya untuk menekan dan mengurangi harga
rumah sehingga dapat meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat; (b)
menyempurnakan pola subsidi sektor perumahan yang tepat sasaran, transparan,
akuntabel, dan pasti, khususnya subsidi bagi masyarakat berpendapatan rendah;
(c) mendorong adanya insentif perpajakan kepada dunia usaha agar berpartisipasi
secara langsung dalam penyediaan perumahan; dan (d) melakukan penguatan swadaya
masyarakat dalam pembangunan rumah melalui pemberian fasilitas kredit mikro
perumahan, fasilitasi untuk pemberdayaan masyarakat, dan bantuan teknis kepada
kelompok masyarakat yang berswadaya dalam pembangunan rumah. Dengan demikian,
penyediaan perumahan dapat diselenggarakan dengan tidak hanya mempertimbangkan
kemampuan daya beli masyarakat, melainkan juga melibatkan masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan.
POKOK PERMASALAHAN
Keseimbangan
antara karir dan keluarga, terdapat benang merah yaitu terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia, khususnya papan. Bisa jadi dan memang terjadi, ada PNS sampai
pensiun pun belum memiliki rumah yang layak. Sebagai contoh lain tapi nyata,
ada pegawai bank pemerintah, karena promosi disertai pindah rumah jabatan. Di
setiap rumah jabatan tinggal masuk, bahkan sampai cangkir pun tak perlu beli.
Ketika pensiun dan harus keluar meninggalkan rumah jabatan ternyata mereka
belum pernah punya rumah pribadi. Ironis memang.
Penanganan
PNS merupakan pekerjaan seumur-umur atau bahkan seumur hidup. Dipersiapkan
mulai pendidikan formal sampai mewujudkan cita-cita. PNS sebagai abdi
masyarakat, abdi pemerintah dan aparatur negara, sarat dengan berbagai
persyaratan. soal hak dan kewajiban, haknya jelas yaitu gaji dan cuti. Sisanya
adalah setumpuk kewajiban, mulai harus datang tiap hari, ada maupun tidak ada
pekerjaan.
KARAKTERISTIK PNS
Secara
formal terjaring berbagai opini terhadap sosok PNS, antara lain :
§
Undang-Undang RI nomor 17 tahun 2007 tentang “RENCANA
PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 – 2025” menyiratkan adanya
kenyataan bahwa peningkatan kapasitas PNS masih menghadapi berbagai permasalahan
dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Penyalahgunaan kewenangan dalam
bentuk KKN dan belum terwujudnya harapan masyarakat atas pelayanan yang cepat,
murah, manusiawi, dan berkualitas. Kelembagaan pemerintah, baik di pusat maupun
di daerah, masih belum terlihat efektif dalam membantu pelaksanaan tugas dan
sistem manajemen pemerintahan juga belum efisien dalam menghasilkan dan
menggunakan sumber-sumber daya.
Berbagai upaya untuk meningkatkan profesionalisme
birokrasi masih belum sepenuhnya dapat teratasi mengingat keterbatasan dana
pemerintah.
Kemandirian suatu bangsa tercermin, antara lain, pada
ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan
kebutuhan dan kemajuan pembangunannya; kemandirian aparatur pemerintah dan
aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya; ketergantungan pembiayaan
pembangunan yang bersumber dari dalam negeri yang makin kokoh sehingga
ketergantungan kepada sumber dari luar negeri menjadi kecil; dan kemampuan
memenuhi sendiri kebutuhan pokok. Apabila karena sumber daya alam tidak lagi
memungkinkan, kelemahan itu diimbangi dengan keunggulan lain sehingga tidak
membuat ketergantungan dan kerawanan serta mempunyai daya tahan tinggi terhadap
perkembangan dan gejolak ekonomi dunia.
“Agenda Strategis Reformasi
Birokrasi Menuju Good Governance”, yang disampaikan oleh
Drs. Taufiq Effendi, MBA (Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara) dalam suatu website, Jumat, 09
Februari 2007, disebutkan antara lain bahwa penyelenggaraan tugas pemerintahan
dan pembangunan mulai bergeser dari Government
(pemerintah) ke Governance
(pemerintahan). Tata pemerintahan yang baik, sangat erat kaitannya dengan
reformasi birokrasi, penegakan hukum, peningkatan kualitas pelayanan publik,
perubahan mind-set dan culture-set, serta perubahan pola pikir, pola sikap, dan
pola tindak, menjadi lebih produktif, efisien dan efektif.
Reformasi birokrasi yang ditujukan bagi Sumber Daya
Manusia Aparatur adalah SDM yang ingin dibangun adalah PNS yang profesional,
netral, dan sejahtera, manajemen kepegawaian modern, PNS yang profesional,
netral, sejahtera, berdayaguna, berhasilguna, produktif, transparan, bersih dan
bebas KKN untuk melayani dan memberdayakan masyarakat, jumlah dan komposisi
pegawai yang ideal (sesuai dengan tugas, fungsi dan beban kerja yang ada di
masing-masing instansi pemerintah), penerapan sistem merit dalam manajemen PNS,
klasifikasi jabatan, standar kompetensi, sistem diklat yang mantap, standar
kinerja, penyusunan pola karier PNS, pola karir terbuka, PNS sebagai perekat
dan pemersatu bangsa, membangun sistem manajemen kepegawaian unified berbasis
kinerja, dan dukungan pengembangan database kepegawaian, sistem informasi
manajemen kepegawaian, sistem remunerasi yang layak dan adil, menuju manajemen
modern.
PERMASALAHAN PERUMAHAN SWADAYA
Pola penyediaan perumahan dan
permukiman yang dilakukan selama ini dengan mengandalkan sistem mekanisme pasar
ternyata menyebabkan sebagian besar masyarakat Indonesia semakin jauh dari
keterjangkauan untuk memperolehnya. Padahal perumahan sebagai suatu
kebutuhan dasar manusia tetap harus dipenuhi oleh masyarakat. Situasi ini
menyebabkan masyarakat dengan inisiatif sendiri dan kemampuan seadanya berupaya
(survive) memenuhi kebutuhan perumahannya sendiri.
Pada kenyataan menunjukkan bahwa
rumah yang dibangun oleh masyarakat secara swadaya menurut BPS tahun 2004
secara statistik diperkirakan mencapai 80 % sampai 90 % dari jumlah pembangunan
perumahan nasional yang dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat baik secara
individu maupun kelompok. Ini menunjukkan bahwa peran masyarakat dalam
membangun rumah secara Swadaya jumlahnya jauh lebih besar dari kemampuan sektor
formal seperti pengembang swasta, perumahan karyawan, koperasi, atau
lembaga-lembaga pemerintah sendiri yang diperkirakan hanya mampu memenuhi 15 %
- 20 % dari kebutuhan rumah per tahun.
Perumahan dan permukiman yang
dibangun oleh masyarakat umumnya menghasilkan bentuk yang bervariasi sesuai
dengan kemampuan ekonomi dan kondisi sosial. Sehingga sebagian besar rumah-rumah
yang dibangun secara Swadaya oleh masyarakat dari secara teknis belum memenuhi
syarat layak huni, kehandalan bangunan, tata ruang, sempadan jalan, dan
prasarana dan sarana lingkungan yang tidak memadai.
Walaupun demikian prakarsa dan upaya masyarakat sangat
mempunyai peran penting dalam pembangunan perumahan, hanya perlu difasilitasi
agar masyarakat lebih memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam pembangunan
perumahan baik dari segi teknis dan lainnya. Secara umum, dominasi masyarakat
dengan segala prakarasa dan upayanya pada strata tertentu akan mampu untuk
menolong dirinya sendiri. Dukungan pemerintah jika berdasarkan kondisi yang ada
sangat bervariasi, mulai dari dukungan kebijakan (NSPM) sampai dukungan
pendanaan. Menempatkan penduduk sebagai titik sentral pembangunan sejalan
dengan perumahan swadaya yang berbasis masyarakat dengan motto : dari, oleh dan untuk masyarakat.
Pemenuhan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya diarahkan
pada (1) penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan, memadai,
layak, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung oleh prasarana
dan sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara
profesional, kredibel, mandiri, dan efisien; (2) penyelenggaraan pembangunan
perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang mandiri mampu
membangkitkan potensi pembiayaan yang berasal dari masyarakat dan pasar modal,
menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran
pembangunan; dan (3) pembangunan pembangunan perumahan beserta prasarana dan
sarana pendukungnya yang memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan
hidup.
Sejalan dengan itu, pemenuhan kebutuhan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus
meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan
berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong
terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.
KESIMPULAN
AWAL
Perumahan merupakan urusan
pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. Sedangkan
urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan,
dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Pemerintahan daerah
provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan urusan
pemerintahan wajib dan pilihan berpedoman kepada norma, standar, prosedur, dan
kriteria yang ditetapkan oleh
menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen.
Selama ini,
proses perencanaan pembangunan daerah dilakukan dengan berbagai pendekatan.
Sebelum era desentralisasi, proses perencanaan pembangunan daerah lebih
bersifat sentralistis. Dalam proses itu, pemerintah daerah menerima agenda
perencanaan pembangunan dari pusat untuk selanjutnya menjalankannya dalam
kerangka memenuhi jadwal atau agenda perencanaan yang telah menjadi pola baku
yang ditetapkan pemerintah pusat. Implikasi lebih jauh dari proses tersebut
adalah ketergantungan pemerintah daerah yang semakin besar kepada pemerintah
pusat.
Dalam era
desentralisasi sekarang, proses perencanaan pembangunan sudah mengalami
pergeseran paradigma. Dalam hal ini, sudah mulai dilakukan proses bottom up
planning secara lebih intensif dibandingkan masa sebelumnya. Kemudian,
tataran pelaksanaan pembangunan juga sudah lebih melihat kepentingan daerah dan
lebih banyak melibatkan masyarakat dan dunia usaha. Orientasi demikian
diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pemerintah daerah pada pemerintah
pusat. Selain itu, juga akan menumbuhkan kemandirian dalam pendanaan dan
pelaksanaan pembangunan.
Secara umum,
baik perumahan swadaya yang dilaksanakan secara murni oleh masyarakat maupun
dukungan dari berbagai pemangku kepentingan dapat disimpulkan bahwa :
i.
Pengembangan Masyarakat, tujuannya adalah meningkatkan
kapasitas masyarakat dan kelembagaannya melalui penguatan pendampingan yang
tepat;
ii.
Peningkatan Kapasitas Pemerintahan, tujuannya adalah: (i)
Memperkuat lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat yang dipercaya oleh
masyarakat untuk melaksanakan perumahan swadaya; (ii) Memfasilitasi
penyelenggaraan kaji ulang produk hukum yang berkaitan dengan pembangunan
masyarakat desa/kelurahan; dan (iii) Memperkuat forum-forum desa/kelurahan dan
kecamatan;
iii. Bantuan manajemen
dan pengembangan program, tujuannya adalah mendukung pemerintah dalam
pengelolaan program, termasuk pengendalian mutu, studi dan evaluasi, serta
pengembangan program berdasarkan pembelajaran yang didapat selama pelaksanaan;
iv. Bantuan Dana,
tujuannya adalah, memfasilitasi proses dan mendanai usulan kegiatan : (1). Dana
BLM, (2). Dana untuk Pokja, pendampingan, dsb, (3). Dana Pendukung.
DUKUNGAN
PEMERINTAH
Sejalan dengan PP RI Nomor
38 TAHUN 2007 tentang ”PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH,
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA”,
khususnya pada Lampiran D. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERUMAHAN,
terlihat pada Sub Bidang Pembinaan
Perumahan Swadaya, Sub Sub Bidang Pembangunan Baru, terlihat salah satu urusan
pemerintah adalah :
fasilitasi pelaksanaan
kebijakan dan strategi nasional tentang lembaga
pendukung pembangunan perumahan, pendataan perumahan dan peningkatan
kapasitas pelaku pembangunan perumahan swadaya.
Terwujudnya
pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan ditandai oleh hal-hal berikut :
i.
Tingkat pembangunan yang makin merata ke seluruh wilayah
diwujudkan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat,
termasuk berkurangnya kesenjangan antarwilayah dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
ii.
Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman
dan dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan
untuk tingkat rumah tangga;
iii.
Terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh
sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan
akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh;
iv.
Terwujudnya lingkungan perkotaan dan perdesaan yang
sesuai dengan kehidupan yang baik, berkelanjutan, serta mampu memberikan nilai
tambah bagi masyarakat.
Akan tetapi,
peran pemerintah daerah yang semakin besar dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan di daerah juga akan menimbulkan beberapa konsekuensi yang harus
diterima, antara lain :
i.
Dibutuhkan data dasar yang lebih lengkap lagi
dalam pelaksanaan pembangunan di daerah agar setiap tahapan pembangunan dapat
dilandasi data yang lebih aktual.
ii.
Dibutuhkan sumber daya manusia yang lebih
baik lagi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan.
iii.
Dibutuhkan partisipasi masyarakat dan swasta
yang semakin besar dalam proses pembangunan.
iv.
Dibutuhkan kreativitas untuk mencari
sumber-sumber pendapatan daerah yang baru. Hal itu untuk mengimbangi
pertumbuhan pembangunan daerah yang semakin pesat.
Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999
tentang “HAK ASASI MANUSIA” menjelaskan
bahwa :
§ Setiap orang
berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
§ Setiap orang
berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
§ Setiap orang
berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
§ Setiap orang
berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak
miliknya.
§ Setiap orang
berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah.
§ Setiap orang
berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.
§ Setiap orang
berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara
layak.
§ Setiap hak asasi
manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk
menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik serta menjadi tugas
Pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukannya.
§ Setiap orang
berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi
pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak
melanggar hukum.
§ Setiap orang
berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi
maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
§ Setiap warga
negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah, dan bertempat
tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia.
§ Setiap warga
negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk
perkembangan pribadinya secara utuh.
§ Setiap anak
berhak untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain,
berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya
demi pengembangan dirinya.
§ Setiap anak
berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak,
sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.
ANALISIS
PERSYARATAN PENERIMA PBM
Pihak Bapertarum-PNS telah mengeluarkan persyaratan
penerima PBM (sumber : formulir permohonan PBM), dari inilah bisa dikaji
seberapa jauh manfaatnya sebagai alat seleksi sesuai hak PNS, sumber masalah
atau malah sebagai penjegal, yaitu :
1.
Belum memanfaatkan Taperum baik bantuan maupun pinjaman.
§
Bapertarum-PNS mungkin setali tiga uang dengan Korpri
dalam memperjuangkan nasib anggotanya. Kalau tidak dirinya sendiri yang
memikirkan nasibnya, jangan berharap orang lain akan memikirkannya apalagi
memperjuangkanya, paling-paling ikut prihatin.
§
Bantuan atau pinjaman, jelas dua domain yang berbeda,
walau keduanya berbasis pemanfaatn iuran tabungan perumahan PNS.
2.
Belum memiliki rumah.
§
Walau sudah baku, namun penjabaran dan perwujudan karir
PNS sangat kondisional, tergantung pribadi ybs. Mulai dari bisa meneruskan
pendidikan ke jenjang lebih tinggi, syukur bisa kuliah di mancanegara, atau
mendapatkan jodoh di kantor, semacam cinta lokasi.
§
Kemungkinan yang menjadi cita-cita terselubung adalah
mendapat amanah jabatan struktural. PNS yang mempunyai jam terbang atau masa
kerja tertentu bisa dipastikan, walau belum tentu pasti, bisa diartikan bisa
mempunyai akses untuk memiliki rumah sendiri.
3.
Memiliki masa kerja minimal 5 tahun sesuai TMT yang
tercantum di Karpeg.
§
PNS mulai kehidupan dalam berkeluarga maupun dalam
mencari nafkah, kemungkinan ada korelasi antara masa kerja dengan bekal hidup
berkelanjutan, penanaman modal pribadi atau bentuk tabungan lainnya.
4.
PNS aktif golongan I s.d. golongan IV.
§
Ada batas kapan orang harus sudah berkeluarga, secara
biologis maupun yuridis, dan merancang jumlah anak. Analog, PNS dalam golongan
yang sama sulit untuk naik ke golongan berikutnya, artinya ada suatu karakter
sebagai pembeda.
§
Iuran tabungan perumahan tergantung golonga, kemungkinan
naik golongan, berakibat pada pengembalian tabungan.
5.
PNS hanya memanfaatkan salah satu antara PBM atau PUM.
§
Pasti, syarat untuk mendapatkan PBM / PUM harus ada
perbedaan yang mendasar. Kondisi yang harus sudah dimiliki sebagai persyaratan
utama, atau ada persyaratan tertentu untuk bisa daftar.
6.
Apabila suami dan istri yang kedua-duanya adalah PNS,
maka yang berhak mendapatkan bantuan perumahan hanya salah satu saja.
§
Bayangkan, kalau dalam pemilu yang punya hak pilih hanya
salah satu saja. Konyolnya, kalau sakit, berobat dan rawat inap di rumah sakit
yang berhak mengunakan Askes hanya salah satu saja.
§
Padahal kalau PBM digabung tentu bisa lebih berbicara
dalam mewujudkan bangunan rumah tinggal.
§
terlebih dalam Lampiran Pengajuan PBM tertera
“Melampirkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk membangun rumah”, bisa
diartikan perlunya pengunaan jasa tukang insinyur untuk membuat desain, RAB,
dan semacamnya (perizinan).
7.
PNS yang akan memanfaatkan pinjaman uang muka dapat
memilih rumah dengan fasilitas KPRS bersubsidi atau KPRS non subsidi.
§
Apakah fasilitas selain PBM lebih menjanjikan, ini
dibutuhkan keberanian Bapertarum-PNS untuk mempromosikan layanannya, jangan
bias atau setengah-setengah.
§
Agaknya, PNS harus memahami dunia perbankan bukan sebagai
nasabah penabung aktif saja.
Ternyata, jika Persyaratan Penerima PBM
dibandingkan dengan Persyaratan Pengajuan PBM, secara redaksional dan
substansial menimbulkan permasalahan, konflik terselubung atau adanya
kepentingan tertentu dari pihak tertentu. Belum lagi kalau harus memahami BESARAN
PINJAMAN, BUNGA DAN JANGKA WAKTU PINJAMAN; CATATAN TAMBAHAN; PROSEDUR PENGAJUAN;
BANK PELAKSANA; dsb.
PERSYARATAN PENGAJUAN PBM :
1.
Pegawai Negeri Sipil aktif golongan I
sampai dengan IV dan belum memanfaatkan bantuan atau pinjaman Tabungan
Perumahan PNS;
2.
Pegawai Negeri Sipil telah memiliki masa
menabung Tabungan Perumahan PNS minimal 5 tahun sesuai dengan TMT Kartu Pegawai
Pegawai Negeri Sipil yang belum memiliki rumah sendiri;
3.
PNS harus memanfaatkan fasilitas KPR
subsidi maupun non subsidi;
4.
Surat Pernyataan belum memiliki rumah
dengan materai secukupnya;
5.
Foto copy Kartu Pegawai dan SK Pengangkatan
PNS;
6.
Foto copy Kartu Pegawai Suami atau Istri
jika keduanya PNS;
7.
Foto copy KTP;
8.
Surat Keterangan asli mengenai status
tempat tinggal;
9.
Surat Keterangan tempat bekerja dari
instansi PNS bekerja.
KESIMPULAN AKHIR
Seberapa
banyak PNS yang menggunakan haknya dalam memanfaatkan PBM, apakah PBM
dimanfaatkan sesuai ketentuannya, atau apakah PBM sudah tepat sasaran sesuai
dengan asas manfaat sebagai pertanyaan mendasar untuk dapat mematangkan tulisan
ini. Laporan keuangan Bapertarum-PNS menunjukkan penyaluran
dana untuk PNS sejak September
1993 s/d bulan Desember 2007 adalah sejumlah Rp. 2.424.396.800.640,- untuk
1.870.519 orang PNS yang terdiri
dari:
Jenis Bantuan
|
Jumlah
|
Dana Yang Telah Disalurkan
|
Bantuan Uang Muka (BUM)
|
513.479
|
Rp. 828.920.843.825,-
|
Bantuan
Biaya Membangun (BM)
|
472.390
|
Rp.
823.854.838.080,-
|
Pengembalian Tabungan (PT)
|
859.046
|
Rp. 540.735.318.735,-
|
J u m l a h
|
1.870.519
|
Rp. 2.424.396.800.640,-
|
Kredit Pembangunan Rumah
Swadaya (tertera dalam prospektus PBM) bisa dianggap sebagai pengarah PBM,
dimaksudkan karakter Rumah Swadaya harus dibakukan sebagai pegangan PNS untuk
membangun.
Dari uraian di atas,
dapat disimpulkan dari berbagai aspek, antara lain :
1.
Bapertarum-PNS harus sejalan dengan misi
pemerintah, bukan menambah mata rantai birokrasi dalam mendapatkan fasilitas
layanan.
2.
Bapertarum-PNS dalam menjalankan visi dan
misinya yang identik dengan menjalankan fungsi perbankan harus mempunyai nilai
jual yang proporsional dan profesional.
3.
Bapertarum-PNS harus menyeimbangkan hak dan
kewajiban PNS, terkait dengan iuran tabungan perumahan.
4.
Bapertarum-PNS lebih mensosialisasikan bentuk
layanan secara aktif ke PNS, dalam berbagai tayangan, media massa.
5.
Bapertarum-PNS dalam menetapkan persyaratan
mendapatkan bantuan / pinjaman / pengembalian tabungan secara redaksional
maupun substansial harus jelas, sederhana, tidak menimbulkan multi tafsir, tidak
menampilkan persyaratan berganda, dan tidak menjadi beban bagi PNS.
6.
Bapertarum-PNS dalam melaksanakan
layanannya harus dinamis, proaktif dan bukan menunggu bola di mulut gawang.
7.
Bapertarum-PNS mengalang kerjasama
kemitraan dengan pemangku kepentingan di bidang perumahan dan permukiman,
khususnya untuk mendapatkan dukungan teknis dalam menyusun RAB, membuat gambar
rumah tinggal, perizinan, dsb.
8.
Bapertarum-PNS memberikan layanan tertentu
untuk solusi bagi PNS yang belum memiliki tanah sendiri.
9.
Bapertarum-PNS menyiapkan fasilitasi dalam
bentuk bantuan teknis, monitoring dan evaluasi, dll.
10.
Bapertarum-PNS menyusun pedoman / petunjuk
pelaksanaan pembangunan rumah swadaya atau model / tipe lain sesuai dengan
dukungan bantuan/pinjaman.
___________________________________________________________________
*) penulis : Herwin Nur - 20
Pebruari 2008