Menakar Rasio Tenaga Kerja Asing
Antara pemerintah
RI dengan negara RRT, pernah akrab, puncaknya di zaman Orde Lama. Berakhir drastis
ketika meletus pemberontakan, makar, kudeta kedua kalinya oleh PKI. Madiun Affair
1948 dan G30S PKI 1965.
Pada periode
1999-2004 sesuah reformasi 21 Mei 1998, hubungan RI dengan China terjalin lagi.
Sentimen historis eksistensi kaum dan peranakan Tionghwa sejak jaman penjajahan
Belanda, menjadikan penguasa negara harus pandai-pandai memposisikan diri.
Terlebih ketika
pelaku ekonomi, dari hulu sampai hilir, dibawah komunikasi, koordinasi dan
kendali China. Singkat kata, periode pemerintah 2014-2019 tak bisa lepas dari
konspirasi, kolusi, komplotan negara Tirai Bambu.
Kepedulian, apresiasi,
respon dan daya tanggap presiden Jokowi atas sinyalemen serbuan 10 juta tenaga
kerja China, mengindikasikan ingin membuktikan adagium “ada asap ada api”.
Agar tak terseret
arus debat ala pokrol bambu, debat kusir atau sebutan zaman sekarang. Saya coba
berandai-andai.
Mencuplik siaran
pers Kepala BKPM “Indonesia Sebenarnya Kekurangan TKA” di laman BKPM. Jakarta,
29 Desember 2016 - Rasio penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) di
Indonesia dengan jumlah tenaga kerja yang ada masih sangat rendah. Total jumlah
tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia hanya 74.000 (tujuh puluh empat
ribu) atau 0,062% dari total tenaga kerja sebesar 120 juta.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal Thomas Lembong menilai angka rasio tersebut masih sangat, amat rendah
apabila dibandingkan dengan negara-negara lainnya. "Di Qatar 94% tenaga
kerja asing, di Uni Arab Emirat bahkan 96%, Singapura 36%. Yang itu mungkin
ekstrem ya, tapi Amerika Serikat 16,7%, Malaysia 15,3%, dan Thailand 4.5%"
ujarnya dalam keterangan resmi kepada media, Kamis (29/12).
Laman lain, milik KOMPAS, menayangkan
warta “Di Era MEA, Rasio Tenaga Kerja Asing di Industri Migas Indonesia Rendah”.
Rabu,
5 Oktober 2016 17:30 WIB, saya ambil 3 (tiga)
alenia tertama :
BANDUNG, KOMPAS.com - Kepala Satuan Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak
dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengatakan, selama delapan tahun
terakhir SKK Migas berhasil mempertahankan rasio penggunaan tenaga kerja asing
(TKA) tak lebih dari empat persen.
Sementara itu, pada 2015 berdasarkan data SKK Migas
tercatat jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) pada industri hulu migas mencapai
31.742 orang atau sekitar 97 persen dari total tenaga kerja di sektor hulu
migas.
Amien menuturkan, dalam kurun waktu satu dekade terakhir
penggunaan TKI memang mengalami peningkatan.
Hebatnya lagi, Pasal 3 yang terdiri
dari dua ayat di Permenaker 16/2015 tentang Tata Cara Pengunaan Tenaga Kerja
Asing, dihapus oleh Permenaker 35/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 16 tahun 2015 tentang Tata Cara Pengunaan Tenaga Kerja
Asing.
Entah karena di
Pasal 3, khususnya ayat (1) Permenaker 16/2015 tersurat
(1)
Pemberi kerja TKA yang memperkerjakan 1
(satu) orang TKA harus dapat menyerap TKI sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang
pada perusahaan pemberi kerja TKA.
Lepas dari dalih penghaspusan pasal
di atas, kita kembali ke rasio versi BKPM maupun pola SKK Migas. Katakana, kita
pakai rasio 4% TKA dari dari total tenaga kerja di Indonesia sebesar 120 juta,
atau sebanyak 4.800.000 jiwa.
Andai pasal 3 ayai (1) Permennaker
16/2015 tidak dihapus, yang hanya berlaku mulai 29 Juni 2015 sampai 23 Oktober
2015, maka akan terdapat atau diizinkan adanya 12 juta TKA.
Jadi kalau ada angka ajaib yaitu 10
juta Tenaga Kerja China, masih bisa diterima akal sehat. Namun akal, logika,
nalar politik berkata sesuai arah angin yang kuat. [HaeN]