bom waktu dua periode SBY, simpul harmoni sosial vs titik
konflik politik
Tingkat sosial manusia Indonesia
menjadikan dirinya pada ambang bawah, akar rumput, rakyat melarat. Kebalikannya,
mendongkrak diri masuk kasta super kaya. Orang kaya sejak sebelum dilahirkan. Agar
kekayaan keluarga tak keluar orbit, sesama orang kaya berbesanan.
Walhasil, memang sudah sejarah peradaban dan berkemajuan.
Manusia ekonomi menjadi penentu nasib suatu bangsa. Mereka tak perlu
berkeringat jadi pegawai, angkatan atau bahkan derajat terhormat yaitu wakil
rakyat. Sentimen dan persekutuan mereka masuk jajaran klas dunia.
Pergerakan politik anak bangsa, terasa dengan
terbentuknya NKRI. Pejuang ideologis yang meletakkan dasar jiwa merdeka,
membangun pondasi persatuan dan kesatuan. Geliat umat Islam untuk selalu
menjadi manusia merdeka. Terpaksa kalah pamor dengan gerakan aksi nyata,
radikal maupun operasi senyap manusia politik.
Partai politik Islam atau yang berlabel Islam. Gaya heroisme
religi karena berorientasi pada nikmat dunia. Dalih memperjuangkan agama liwat
kekuasaan formal, kekuataan konstitusional. Cuma jadi tukang parkir, kurang
menggigit. Bahkan sanggup bangun infrastruktur ke surga.
Interaksi, integrasi yang bermodal saling, masih terasa
praktiknya di manusia politik. Gotong royong, kerukunan, rasa guyub, toleran
maupun tepo sliro praktiknya menjadi menu harian wajah
lugu.
Akhirnya, bangsa ini baru sadar setelah
terkapar. Juga tidak kawan. Mitigasi bencana politik diperbarui tiap lima tahun
sekali. Penyakit politik kian menambah khazanah, alternatif dinamis. Pembangunan
demokrasi sesuai selera juara umum pesta demokrasi. Efek domino sentralisasi kekuasaan
mutlak di geografis tertentu.
Politisi sipil dari periode ke periode,
membentuk watak jago kandang. Pihak yang layak kembali ke barak. Malah turun
gunung. Imbalan politik mengguncang stabilitas karier sipil. Habis manis datang
tagihan. [HaéN]