Halaman

Selasa, 05 Maret 2019

ujaran nasib harian pribumi, "padha wingi"

ujaran nasib harian pribumi, "padha wingi"

Wajar tanpa kurang ajar. Usai makan baru cuci mulut dan bersihkan tangan. Dalih cari aman, usai lempar ujaran lisan langsung cuci tangan. Tanpa malu, kerajinan ujung jari menulis di kanal media sosial gratisan.

Paribasan tuna satak bathi sanak, artinya rugi harta namun laba, untung dapat tambahan saudara (pembeli). Rumus ini berlaku bagi pedagang kecil atau usaha warung rumah tangga. Kerennya, indstri rumah tangga yang tampak murahan. Barang pakai dulu, bayar nanti-nanti. Jika ingat dan andai ingat. Utamakan kerukunan antar tetangga, pembeli.

Bagaimana anak bangsa pribumi yang santai dengan keprimitifannya. Hari ini lebih baik ketimbang hari kemarin. Diantisipasi dengan modus borongan. Kalau bisa semua diraup, mengapa cuma sak raupan. Etos kerja pun sama rasa. Kalau masih ada waktu dikerjakan besok, jangan keburu dituntaskan sekarang.

Hari ini lebih banyak daripada kemarin. Ini semboyan yang pas, betul dan seharusnya. Tanpa diingatkan, putra-putri asli daerah semangat membara. Adu nyali, sigap tampil diri. Yang mana dimana paribasan wedi wirang wani mati, dimaksudkan ‘takut malu berani mati’. Oleh generasi tanpa batasan usia, digubah laras menjadi wani wirang wedi mati.

Kenapa takut malu. Banyak konco sesama pengguna aktif medsos yang unjuk pandir diri.

Yang konstituennya berupa predikat-pelengkap,  misalnya: adol umuk. Terjemahaan polos: menjual sombong, 'menyombongkan diri’. Mau yang lebih bergensi. Simak paribasan  umuké kaya mutung-mutungna wesi gligen.  'Sombongnya seperti (dapat) mematahkan besi batangan’. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar