ketika sang waktu berlagak ogah-ogahan
Detik waktu sampai berakhirnya waktu,
akan tetap selalu patuh. Tak ada niat sedetik pun untuk cuti. Tak terlintas
untuk memakai jalan pintas. Tak bisa tiba-tiba main salip. Tetap berproses.
Akankah rangkaian kehidupan yang
merupakan keterpaduan gerak aksi tindakan manusia berhimpitan, beriringan atau
sejajar dengan dampak tindak sebelumnya. PR masa lalu – tepatnya beberapa detik
yang telah liwat – belum tuntas. Menuntut dituntaskan bersamaan tindakan baru.
Mengapa tiba-tiba kita menghéla napas
panjang. Apakah irama kinerja jantung yang santai berdampak. Sehingga asupan
oksigen mengganggu sistem tubuh. Boros energi. Tanpa sadar, kita melakukan
pekerjaan setan yaitu menguap bebas. Tanpa berusaha menutupi mulut. Diiringi geliat
badan tanda penat, jenuh.
Waktu tak pernah protes jika terbuang
percuma. Juga tak pernah tepuk dada dianggap sebagai uang. Kedudukan atau
kemuliaan waktu, Allah swt bersumpah demi waktu. Manusia selaku pengguna aktif
waktu, dituntut untuk memanfaatkan waktu.
Interaksi waktu dengan kejadian alam
menjadi satu kesatuan. Saling menyangatkan. Saling menguatkan. Manusia masuk ke
sistem dimaksud, tak ada waktu untuk lengah sekejap pun. Juga tak bisa seenak
diri main gas. Sinar butuh waktu untuk sampai ke mata manusia. Suara perlu
waktu untuk sampai telinga manusia. Akankah sinar dan atau suara bisa berhenti
sejenak. Seperti ada lampu merah, atau kereta api mau liwat. Akankah akan
terjadi pemapatan, pemadatan.
Arus air sungai bisa dibendung. Pada
kapasitas tertentu, bisa menjadi sumber bencana.
Daya waktu seolah tak terukur. Sejarah tentang
waktu, akan kalah laju dengan edaran sang waktu. Beban waktu karena manusia
tidak mau bersahabat dengan waktu. Lima waktu menjadi batasan beraktivitas bagi
umat Islam. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar