rekadaya bagi-bagi kursi, politik prostitusi vs
prostitusi politik
Ternyata tidak hanya rakyat penyandang kemiskinan turunan,
rumah tangga pewaris garis keimiskinan yang gemar forum, penyuka ajang bergengsi
berlabel ‘bagi sembako gratis’. Dalih dan momentum apa saja. Utamakan publikasi
dan dampak manfaat nyata bagi tukang bagi, juru bagi.
Lebih mulia jika sudah tidak ada atau hanya bagian
peringatan hari baik, bulan baik. Cuci gudang oleh pebisnis, kian memeriahkan
pola mensejahterakan warga. Toko atau oullet jual barang sisa impor,
alias barang bekas berkualitas menjadi andalan.
Kapan mau bilang, ternyata warga negara dengan kasta
bukan rakyat secara Rp. Jalas nyata siap tadah ‘kursi tak bertuan’. Diraih mengikuti
aturan main pemilu tak berbayar, tak dipungut bayaran, gratis. Tetap masih
rogoh kocek sendiri. Biaya politik bukan hal tabu, pasal nista. Negara sedemokratis
apapun, tidak hanya biaya politik sebagai penentu.
Wakiul rakyat, wakil provinsi atau utusan daerah. Kepala dearah
sampai kepala negara. Tak akan lepas dari fakta sebagai petugas partai. Perkecualian
sebatas syarat. Mau dapat dukungan, mau tak mau harus merapat ke parpol penguasa.
Demokrasi Nusantara menggariskan bahwasanya barang siapa
menjadi juara umum pemilu. Berhak memboyong semua kursi yang tersedia. Jangan lupakan
jasa ‘tenaga dalam’ impor. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar