Halaman

Rabu, 06 Maret 2019

rekadaya bagi-bagi kursi, politik prostitusi vs prostitusi politik


rekadaya bagi-bagi kursi, politik prostitusi vs prostitusi politik

Ternyata tidak hanya rakyat penyandang kemiskinan turunan, rumah tangga pewaris garis keimiskinan yang gemar forum, penyuka ajang bergengsi berlabel ‘bagi sembako gratis’. Dalih dan momentum apa saja. Utamakan publikasi dan dampak manfaat nyata bagi tukang bagi, juru bagi.

Lebih mulia jika sudah tidak ada atau hanya bagian peringatan hari baik, bulan baik. Cuci gudang oleh pebisnis, kian memeriahkan pola mensejahterakan warga. Toko atau oullet jual barang sisa impor, alias barang bekas berkualitas menjadi andalan.

Kapan mau bilang, ternyata warga negara dengan kasta bukan rakyat secara Rp. Jalas nyata siap tadah ‘kursi tak bertuan’. Diraih mengikuti aturan main pemilu tak berbayar, tak dipungut bayaran, gratis. Tetap masih rogoh kocek sendiri. Biaya politik bukan hal tabu, pasal nista. Negara sedemokratis apapun, tidak hanya biaya politik sebagai penentu.

Wakiul rakyat, wakil provinsi atau utusan daerah. Kepala dearah sampai kepala negara. Tak akan lepas dari fakta sebagai petugas partai. Perkecualian sebatas syarat. Mau dapat dukungan, mau tak mau harus merapat ke parpol penguasa.

Demokrasi Nusantara menggariskan bahwasanya barang siapa menjadi juara umum pemilu. Berhak memboyong semua kursi yang tersedia. Jangan lupakan jasa ‘tenaga dalam’ impor. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar