anomali pola éksodus suara pemilih 2019
Cerdas politik atau praktik demokrasi Nusantara hanya
melihat peta politik sesuai teritorial fisik. Sedikit berklas, bercanda dengan
status, kasta, strata, klas sosial. Kantong kemiskinan identik dengan rakyat
miskin. Plihan rakyat seolah sudah turun-temurun. Khususnya model pemilu pasca
reformasi 21 mei 1998.
Daerah secara adminstrasi pun bisa masuk daerah kurang
beruntung. Kalah laju dengan wilayah administrasi lain yang sederajat. Tidak hanya
pada satu provinsi. Bahkan di satu kabupaten / kota, pemerataan menyangkut di
tempat ‘basah’. Hujan tidak merata. Ironis binti miris, semangat membelah diri
alias daerah otonomi baru, tetap membara.
Tak salah, jika bahan baku galian Pancasila ada pangkuan
Ibu Pertiwi. Adat, adab, rukun, budaya berpolitik ala rakyat menjadikan bangsa
ini tetap utuh, bersatu. Secara hirarkis piramidal, penyandang nasib miskin
bakat, keturunan, trah miskin menjadi pondasi bangsa.
Survei oleh lembaga survei yang jam terbangnya
mengangkasa, hanya menggunakan bahasa bumi, bahasa manusia, bahasa fisik.
Tahun politik 2018 yang meluber ke 2019. Batasan atau
norma menembus batas waktu dan sekat ruang. Tergoyahkan secara sistematis. Yang
siap justru yang semula tidak tahu. Mereka, entah seberapa populasi dan
identitas politiknya, bak gayung bersambut.
Ormas Islam tertentu, menjadi katalisator membangkitkan
raksasa tidur. Mengandalkan daya religi, asyik-asyik atur lalu lintas nikmat
dunia. Kata ahlinya, kaki kanan berpijak di mana, kaki kiri menapak di mana. Kejelian
penguasa menitipkan keamanan bukan ke
pihak berwajib. Tetapi ke tokoh atau biang keroknya.
Masih ada anak bangsa pribumi, bumiputera, putra-putri
asli daerah yang Indonesia banget. Sebagai pemilik mulia kalbu, kandungan utama
insting yang disebut dengan al-nur al-ilahiy (cahaya ketuhanan), dan al-bashirah al-bathinah (mata batin), sumber energi keimanan dan keyakinan.
Semakin tekanan, intimidasi politik menggila, ‘pemilik
kalbu’ ini kian arif, bijak dan tahu diri. Terjaga dalam batasan teritorial lingkungan
spiritual, ketuhanan, dan keagamaan. Mereka bebas kontaminasi. Muncul di saat
yang tepat. Selama ini tak tersentuh, terjangkau publikasi.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar