Halaman

Minggu, 03 Maret 2019

éféktivitas calistung anak bangsa pribumi, menggerogoti moral masa depannya


éféktivitas calistung anak bangsa pribumi, menggerogoti moral masa depannya

Prinsip negara maju, semacam negara tetangga yang benua. “Lebih baik anaknya tak bisa matematika, tapi mau antri”. Ikhwal ini beda atau tak berlaku di Nusantara. Mata pelajaran ‘tung’ pada calistung, sampai pendidikan tinggi.

Kehidupan bermasyarakat, memakai rumus hidup ‘rame ing gawe, sepi ing pamrih’. Melakoni hidup tidak pakai itung-itungan. Adab bermasyarakat, menjadi cikal bakal bahan baku galian Pancasila. Ramuan gotong royong, guyub rukun. Dioplos dengan tepo sliro. Serta konsep watak yang benar dan baik adalah.

Dadi wong, aja tangung-tagggung, dadio wong sing becik, apik“, ujar kebajikan atau kata bijak turun temurun.

Perjalanan waktu. Yang mana dimana setiap sejarah melahirkan tokoh dan atau setiap tokoh mencetak sejarahnya.

Babakan kehidupan, apakah berulang atau mengalami degradasi. Percepatan waktu, jelas tidak. Karena sang penentu waktu waktu konsisten dengan ketaatannya. Koordinasi antara matahari dengan bulan, rotasi. Sampai bisa dibuat rumusnya. Kapan akan ada gerhana.

Dinamika kehidupan manusia yang dibingkai bersatu mencapai tujuan hidup bersama. Efek domino negara multipartai. Diimbangi krisis negarawan, paceklik kepemimpinan nasional. Menu olok-olok politik, berbasis ‘calis’, bak mengundang bencana politik.

Hasil pesta demokrasi dengan pengaturan skore, bahwasanya juara umum akan menyabet semua kursi. Maka dari itu, muncul paribasan ‘becik ketampik, ala ketampa’.  [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar