olahkataku menyerempet karya sastra tulis, jika
Formulanya biasa-biasa saja. Tapi ternyata, karya sastra
yang benar, baik, bagus penuh daya pesona mengajak pengakses lebur. Bukan sekedar
kekuatan bahasa. Kedaulatan kata, frasa maupun kalimat untuk berkolaborasi. Kemampuan,
konsistensi dan ketahanan mengolah ke-diri-an si penggubah laras karya sastra. Karya
sastra yang cerdas, syarat teknis menembus sekat jurang waktu dan melampaui kendala
(kemandegan) budaya.
Olahkata, mereka dan merangkai kalimat yang saya
tayangkan. Jauh dari karya ilmiah. Bukan karangan bebas. Berangkat dari jam
terbang sebagai pegawai ‘plat merah’. Kode etik yang saya praktiikan adalah
melihat sesuatu berdasarkan produk hukum. Bukan pendapat para ahli atau ahlinya.
Sebagai acuan untuk keseimbangan moril.
Pokok bahasan, tema atau susbtansi jelas menentukan
redaksional, narasi dan pilihan kata. Disinilah urgensi niat baik masuk ke
ranah sastra. Memang tidak langsung apalagi menukik.
Kalau bahasa manusia masih mendominasi, terkadang cepat
jemu, jenuh strat berolahkata.
Perkembangan usia dan atau umur. Bau tanah, lebih dekat
ke liang kubur, langkah terakhir ke liang lahat, sukabumi. Menuntunku untuk
mencermati bahasa langit.
Kehidupanku bak novel. Tapi tak ada tokoh. Semua layak,
pantas menjadi tokoh sesuai surat perintah dari langit.
Memanfaatkan momen adanya asumsi bahwa karya sastra merupakan
wujud cermin jati diri (identitas) bangsa. Salah satu komponen utama jati diri
bangsa adalah budaya. Tersurat dan tersirat dalam karya sastra.
Untuk lebih menajamkan ingatan. Simak salah satu karya
sastra Indonesia Purwa. Misal ringan, puisi. Isi puisi pada taraf awal berupa
mantra, rapalan. Mantra dimaksud mungkin karena gaya hidup masih berbau gaya animisme,
dinamisme. Simbolisasi akrab, mitra, sahabat alam.
Kecerdasan memilih dan memilah kata, mereka merangkai kalimat
sampai menyusun lirik. Mensikronkan dengan irama atau nada pengiring, jelas
sebagai faktor penentu. Terutama untuk membuat kuping bersinkronisasi secara
sadar.
Jangan heran binti bengong, mantra politik 2014-2019
mampu membuat ahli religi, sampai ikut-ikutan mabuk nikmat dunia. Siap debat
kursi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar