saatnya sejarah Nusantara mencetak ulama bangsa
Bumi tempat hunian sementara, selain berputar pada
porosnya (rotasi) sekaligus bergerak mengelilingi matahari (revolusi). Ketaatan
matahari saat melaksanakan tugas, fungsi dan kewajiban. Tidak diimbangi oleh manusia.
Mungkin tidak pada makhkuk lainnya.
Watak, daya kompulasi (perbuatan
tidak logis yang dilakukan secara sadar) ‘sang penghuni sementara’. Berkat daya
akal, olah otak, reka logika, bina nalar, manusia mampu main waktu.
Perjalanan dan pergantian waktu. Setiap sejarah
melahirkan tokoh dan atau setiap tokoh mencetak sejarahnya. Banyak orang
berilmu, wong pintar, jenderal tenanan, gelar akademis ‘aspal’, tokoh karbitan,
sosok boneka, bangsawan kiloan, jawara jarak dekat atau sebutan lain yang susah
penyebutannya, masuk bursa sejarah Nusantara.
Sedikit mencermati, mencerna hakikat kepemimpinan
nasional, ketauladanan umat. Sejak awal kejadian, terjadi sesuai fakta sejarah,
memang menjadi satu-kesatuan. Tautan, tangkupan dua sisi mata uang logam.
Universalisasi agama Islam di Nusantara tidak serta merta
meminggirkan, memojokkan atau mentelantarkan sistem ketuhanan yang sudah
menjadi tuan rumah. Manusia politik mengamalkan laku modus manusia ekonomi. Tidak
ada jamuan makan siang terakhir yang gratis. Setiap langkah berbayar. Setiap ayunan
tapak tak gratis.
Biaya politik bisa merubah siapa saja. Ybs, sigap mencari
dalil pembenaran diri. Kuasa dunia sanggup membalik arus lalu lintas peradaban.
Kian disangkal, kian dikhayal. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar