Halaman

Minggu, 31 Juli 2016

nalika partai ilang gegayuhan politiké



nalika partai ilang gegayuhan politiké

Kata ahlinya, ketokohan seseorang bisa menjadikan partai politik yang tanpa cita-cita politik tetap berdaya tarik, layak jual, siap tanding di pesta demokrasi. Ketika pemilihan umum legislatif, rakyat pemilih bebas memilih nama orang, tentunya pada parpol yang dikenal rekam jejaknya.

Kata rakyat, Indonesia paceklik negarawan memang masuk akal. Tingkatan paling tinggi pejuang politik adalah jadi ketua umum partai politik, jadi wakil rakyat, jadi kepala daerah, serta puncaknya adalah jadi kepala negara.

AD dan ART partai politik hanya difahami oleh yang buat. Visi dan Misi partai politik dibuat dadakan jika menang pemilu legislatif. Formulasi kehidupan berbangsa dan bernegara kalah pamor dengan bagaimana mensejahterakan pengurus, kader dan anggota partai politik.

Partai politik tanpa konsep, tanpa tokoh, justru menjadi daya tarik para petualang politik, sebagai kesempatan dan peluang untuk berbuat banyak. Jangan heran jika pemain, pelaku, pekerja politik umumnya menyandang predikat tuna laras. Bukan berarti partai politik yang banyak makan asam garam, berpengalaman antar periode, otomatis mirip negara kecil. Bagaimana ceritanya?

Akal sederhana kawanan parpolis adalah menfasirkan bahwa main politik sebagai langkah konstitusional merebut kekuasaan. Mereka yang menang di pesta demokrasi, merasa bisa mengatur negara dengan cara seperti mengatur partai politik.

Apakah di éra mégatéga, serbatéga, téga-téganya, cita-cita puluhan Partai Politik sudah menjadi lagu wajib? [HaeN]

Indonesia secara konstitusional mengundang penjajah asing



Indonesia secara konstitusional mengundang penjajah asing

Frasa “Tenaga Kerja Asing” diresmikan melalui UU 13/2003 tentang KETENAGAKERJAAN. Disahkan di Jakarta pada tanggal 25 Maret 2003 oleh Presiden Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri. Pasal 1 ayat 13 UU13/2003 menjelaskan :
Tenaga kerja asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia.

Angka 13 bukan sekedar angka, tetapi oleh orang asing dianggap sebagai angka pembawa sial. Bukan angka mujur. Sialnya, yang menerima dampak angka sial 13 adalah bangsa dan negara Indonesia. Kedatangan TKA bak kedatangan tamu agung, dianggap bawa berkah.

Masih ada frasa yang lebih tak asing lagi di telinga bangsa dan rakyat Indonesia, yaitu “Penanam Modal Asing”. Bayangkan, setelah TKA ada tukang tanam yang bawa tanamannya sendiri dan akan dikembangbiakkan di negara orang. Bukan berarti Indonesia yang akan kena getahnya, atau malah yang kejatuhan sial, apes, cilaka. Adalah UU 25/2007 tentang PENANAMAN MODAL, disahkan di Jakarta pada tanggal 26 April 2007 oleh Presiden Republik Indonesia, Dr H Susilo Bambang Yudhoyono. Pasal 1 ayat 6 UU 25/2007 menjelaskan :
Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.

Masalah terkuak jika kita mencerdasi bahwa Pasal 3 ayat (1) menjelaskan bahwa penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas : khusus butir d.
perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara;

Yang dimaksud dengan “asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara” adalah asas perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya.

Dampak negatif, efek domino, eksesnya terjadi di periode 2014-2019. Semakin diperparah dengan pelaku ekonomi asing dan aneh sudah mengendalikan, mengkontrol, memantau ruang gerak dan daya juang pelaku, pekerja, pemain politik Nusantara. Primbon revolusi mental hanya sebatas pengharu-rasa dan asas rasa penghiba-hiba. [HaeN]

Parpol Posyandu (politikus doyan duit) vs Puan Maharani: Beri Dana yang Cukup bagi Parpol



Parpol Posyandu (politikus doyan duit) vs Puan Maharani: Beri Dana yang Cukup bagi Parpol

Perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan nafas panjang ideologi dan kepolitikan, tidak sekedar mengalami pasang surut, tetap ada benang merahnya. Semakin memperkuat fakta bahwa partai politik menganut ideologi Rp. Tepatnya secara matemastis, partai politik = Fungsi Rp atau F(Rp).

Ada dua berita, seperti berikut yang terserah pembaca untuk mengambil simpul praktisnya.

Selasa, 10/06/2003 08:11
KONTRA OPINI 10.VI.03
GUS DUR SIAPKAN PARPOL BARU
Usul, pakai nama Parpol Posyandu (politikus doyan duit) ! [HaeN]


Senin, 25 Juli 2016 | 12:38
      “Puan Maharani: Beri Dana yang Cukup bagi Parpol
Puan Maharani. (Antara)
Jakarta - Perkembangan yang terjadi dalam dunia politik di Indonesia semakin dinamis. Setelah pemilihan umum, partai politik mengambil peran yang sesuai dengan konstitusi, yakni berada dalam parlemen. Revolusi mental di bidang kepartaian sangat diperlukan. Revolusi mental itu terwujud lewat kedaulatan partai dan kemandirian, termasuk di bidang pendanaan.
"Kedaulatan itu terwujud dengan cara melakukan proses pendanaan partai sesuai dengan apa yang selama ini dipraktikkan sejumlah negara yang berpaham nasionalis. Negara-negara itu selama ini memberi pendanaan yang cukup, bahkan berlebih kepada partai-partai politik lewat sumber resmi," ujar politikus PDIP Puan Maharani dalam dalam pertemuan nasional  bertema "Menata Ulang Dana Politik di Indonesia. Peluang Dana Politik Melalui Anggaran Negara" di kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (25/7).
Anggaran negara, kata Puan, digunakan untuk menjalankan agenda-agenda partai. Sebab, partai politik adalah penghasil negarawan. Pendanaan yang cukup dari negara untuk parpol tak serta merta menghilangkan korupsi yang dilakukan oleh politisi.
"Oknum-oknum politikus yang melakukan korupsi sering dialamatkan kepada parpol yang mengusungnya. Begitu juga ketika kepala daerah melakukan tindakan korupsi, serangan langsung tertuju ke partai-partai politik. Hal ini menunjukkan publik lebih melihat hulu dari seluruh proses politik, yakni ketika partai politik melakukan perekrutan terhadap calon-calon anggota parlemen hingga kepala daerah," katanya. 
Sekalipun tidak pernah ada pengadilan terbuka terhadap partai-partai politik, seolah palu hakim juga ikut menentukan bersalah-tidaknya partai-partai politik ketika tersangka politikus diadili. Publik pun memberikan penilaian kepada partai politik. Hal itu terjadi karena partai politik tidak bisa melepaskan diri begitu saja dari perjalanan karier seorang politikus.
"Partai politik mengalami kesulitan dalam melakukan pengawasan dan pembinaan kepada kader-kadernya, mengingat kemampuan parpol lemah. Kelemahan itu terkait dengan sistem pengawasan yang belum memadai," katanya.
Dalam upaya menyingkirkan perilaku politisi yang bertentangan dengan keadilan dan hukum, kata Puan, revolusi mental kepartaian menjadi sangat penting. Revolusi mental itu berkembang dari yang pernah disampaikan Bung Karno dalam konsep Trisakti.
Salah satu konsep Trisakti Bung Karno, kata Puan, adalah kedaulatan di bidang politik. Hal itu bisa diartikan dari sisi pendanaan, partai-partai politik tidak tersandera oleh pihak yang memberi sumbangan.
"Partai politik juga perlu terbebas dari kepentingan satu atau dua orang dalam tubuh partai yang memiliki banyak uang, ketimbang yang lain yang sama sekali memiliki sedikit uang. Partai politik tidak bisa sama sekali menggantungkan dirinya kepada para pengusaha tertentu yang sama sekali selalu dikaitkan. Partai politik, ya partai politik. Pengusaha, ya pengusaha," ucapnya.
Puan juga mengingatkan adanya sinyalemen di masyarakat tentang partai politik yang berada di bawah korporasi tertentu. "Partai politik dianggap terbeli oleh kekuasaan, di luar kepentingan anggotanya," katanya. 

Hotman Siregar/AB
Suara Pembaruan

antara Satria Piningit dan anak Betara Guru



antara Satria Piningit dan anak Betara Guru

Nasib yang dirasakan kaum pekerja/buruh terkait Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang secara yuridis formal diartikan sebagai standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Masalah timbul jika sang pekerja/buruh sudah berkeluarga. Demi jumlah Rp yang mereka terima, apakah sesuai UMR atau tidak, mereka secara terorganisir turun ke jalan menuntut penyesuaian upah. Diperparah nasibnya, akibat perilaku pimpinan perusahaan atas jam kerja pekerja/buruh serta perlakuan berbasis kemanusiaan.

Bagi negara maju atau negara industri, mereka menempatkan pabriknya di negeri orang yang upah buruhnya dapat diminimalisir. Indonesia selalu siap menerima kedatangan investor sekaligus menyambut dengan tangan terbuka serbuan tenaga kerja asing. Pokoknya, Indonesia secara konstitusional mengundang penjajah asing.

Negara tertentu, yang populasi penduduknya miliaranan. jiwa, punya modus operandi untuk mendayagunakan tahanan sebagai pekerja/buruh tanpa upah. Sehingga produk barang mereka tak tersaingi di pasar internasional dan merambah utawa menjajah selera konsumerisme bangsa yang sedang berkembang di landasan.

Singkat kata, kawanan parpolis Nusantara bermental tidak jauh beda dengan mental pekerja/buruh. Industri, panggung, syahwat politik menjadikan pekerja, pemain, pelaku politik hanya memikirkan agar asap dapur keluarga tetap mengepul. Soal asap dapur negara kembang-kempis, mangkrak, jalan di tempat, bukan urusan dan pekerjaan mereka.

Hanya satu pembeda, nasib yang dipikirkan kawanan parpolis Nusantara adalah turunnya satria piningit. Kedatangan satria peningit diharapkan agar pekerjaan mereka semakin bertambah, meningkat dan apapun yang dilakukan sah secara konstitusional. Tidak dapat diobok-obok oleh KPK.

Negara industri, sudah lama merekayasa fakta bahwa Betara Guru atau sang maha dewa, beranak. Mereka mengacu pada kisah Mahabharata dan Ramayana. Akal mereka memang jauh lebih maju dari peradaban. Mereka mempunyai agama tersendiri dan mempercayai kekuatan akal saja. Mereka tidak bisa melihat adanya agama langit. Terlebih agama langit yang mengesakan Allah.

Jadi, sebenarnya apa yang ditunggu manusia? [HaeN]