Parpol
Posyandu (politikus doyan duit) vs Puan Maharani: Beri Dana yang Cukup bagi Parpol
Perjalanan
kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan nafas panjang ideologi dan
kepolitikan, tidak sekedar mengalami pasang surut, tetap ada benang merahnya.
Semakin memperkuat fakta bahwa partai politik menganut ideologi Rp. Tepatnya
secara matemastis, partai politik = Fungsi Rp atau F(Rp).
Ada dua berita,
seperti berikut yang terserah pembaca untuk mengambil simpul praktisnya.
Selasa, 10/06/2003 08:11
KONTRA OPINI 10.VI.03
“GUS DUR SIAPKAN PARPOL BARU”
Usul, pakai nama Parpol Posyandu (politikus doyan duit) !
[HaeN]
Senin, 25 Juli 2016 | 12:38
“Puan Maharani: Beri Dana yang Cukup bagi Parpol”
Puan Maharani. (Antara)
Jakarta - Perkembangan
yang terjadi dalam dunia politik di Indonesia semakin dinamis. Setelah
pemilihan umum, partai politik mengambil peran yang sesuai dengan konstitusi,
yakni berada dalam parlemen. Revolusi mental di bidang kepartaian sangat
diperlukan. Revolusi mental itu terwujud lewat kedaulatan partai dan
kemandirian, termasuk di bidang pendanaan.
"Kedaulatan itu terwujud dengan cara melakukan
proses pendanaan partai sesuai dengan apa yang selama ini dipraktikkan sejumlah
negara yang berpaham nasionalis. Negara-negara itu selama ini memberi pendanaan
yang cukup, bahkan berlebih kepada partai-partai politik lewat sumber
resmi," ujar politikus PDIP Puan Maharani dalam dalam pertemuan nasional
bertema "Menata Ulang Dana Politik di Indonesia. Peluang Dana
Politik Melalui Anggaran Negara" di kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (25/7).
Anggaran negara, kata Puan, digunakan untuk menjalankan
agenda-agenda partai. Sebab, partai politik adalah penghasil negarawan.
Pendanaan yang cukup dari negara untuk parpol tak serta merta menghilangkan
korupsi yang dilakukan oleh politisi.
"Oknum-oknum politikus yang melakukan korupsi sering
dialamatkan kepada parpol yang mengusungnya. Begitu juga ketika kepala daerah
melakukan tindakan korupsi, serangan langsung tertuju ke partai-partai politik.
Hal ini menunjukkan publik lebih melihat hulu dari seluruh proses politik,
yakni ketika partai politik melakukan perekrutan terhadap calon-calon anggota
parlemen hingga kepala daerah," katanya.
Sekalipun tidak pernah ada pengadilan terbuka terhadap
partai-partai politik, seolah palu hakim juga ikut menentukan bersalah-tidaknya
partai-partai politik ketika tersangka politikus diadili. Publik pun memberikan
penilaian kepada partai politik. Hal itu terjadi karena partai politik tidak
bisa melepaskan diri begitu saja dari perjalanan karier seorang politikus.
"Partai politik mengalami kesulitan dalam melakukan
pengawasan dan pembinaan kepada kader-kadernya, mengingat kemampuan parpol
lemah. Kelemahan itu terkait dengan sistem pengawasan yang belum memadai,"
katanya.
Dalam upaya menyingkirkan perilaku politisi yang
bertentangan dengan keadilan dan hukum, kata Puan, revolusi mental kepartaian
menjadi sangat penting. Revolusi mental itu berkembang dari yang pernah
disampaikan Bung Karno dalam konsep Trisakti.
Salah satu konsep Trisakti Bung Karno, kata Puan, adalah
kedaulatan di bidang politik. Hal itu bisa diartikan dari sisi pendanaan,
partai-partai politik tidak tersandera oleh pihak yang memberi sumbangan.
"Partai politik juga perlu terbebas dari kepentingan
satu atau dua orang dalam tubuh partai yang memiliki banyak uang, ketimbang
yang lain yang sama sekali memiliki sedikit uang. Partai politik tidak bisa
sama sekali menggantungkan dirinya kepada para pengusaha tertentu yang sama
sekali selalu dikaitkan. Partai politik, ya partai politik. Pengusaha, ya
pengusaha," ucapnya.
Puan juga mengingatkan adanya sinyalemen di masyarakat
tentang partai politik yang berada di bawah korporasi tertentu. "Partai
politik dianggap terbeli oleh kekuasaan, di luar kepentingan anggotanya,"
katanya.
Hotman Siregar/AB
Suara Pembaruan