Halaman

Sabtu, 02 Juli 2016

mengigau ditengah lamunan siang hari bolong



mengigau ditengah lamunan siang hari bolong

Firman Allah liwat Al-Qur’an, menandaskan bahwasanya pembalasan itu sesuai dengan perbuatan bukan menurut angan-angan. Frasa ‘angan-angan’ dijelaskan secara gambling. Posisi angan-angan sangat strategis dan sentral dala kehidupan umat manusia. Apakah angan-angan sebagai hasil bisikan setan, ataukah sebagai “bakat” bawaan sejak lahir. Kita mengacu terjemahan [QS An Nisaa’ (4) : 120] :Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.”

Langkah pertama, ada bukti bahwa angan-angan sebagai hasil pekerjaan setan dengan ketentuan umat manusia yang kadar imannya masih kalah dengan bisikan dan rayuan setan. Bahkan tepatnya, hak milik siapa angan-angan itu, kita simak [QS Al Hijr (15) : 2-3] : Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).”

Angan-angan sebetulnya bersifat netral. Kamus Tesaurus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Depdiknas 2008, menjelaskan lema angan-angan n 1 angan, aspirasi, cita-cita, hasrat, keinginan, lamunan; 2 bayang-bayang, citra, fantasi, gambaran, gagasan, ide, imaji, hayal(an), konsepsi, rekaan.

Mengacu ayat di atas, apakah angan-angan yang kosong sebagai ciri orang kafir? Proses selanjutnya, kita secara tak sadar sering menjebakkan diri dengan masa lalu. Artinya, memandang bagus masa lalu yang justru berkonotasi adanya angan-angan dan cita-cita yang tidak tercapai. Membanggakan masa lalu tanpa mampu mengambil hikmahnya, kenyang dengan rasa bangga, menjadikan hidup kita semakin kosong.

Memanfaatkan sisa waktu di depan mata kita, sebagai hamba Allah dengan peran dan kewajiban utama mencari jalan lurus kembali kepada-Nya, kita harus pandai dan pandai-pandai memanfaatkan daya angan-angan. Sah-sah saja jika kita mengangankan nikmat dunia yang melenakan, yang meninabobokan. Lebih utama dan mulia adalah mengangankan kampung akhirat, tempat tujuan akhir kehidupan kita dan disanalah kita akan hidup selamanya. Wallahu a’lam bisshawab.[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar