mengigau
ditengah lamunan siang hari bolong
Firman
Allah liwat Al-Qur’an, menandaskan bahwasanya pembalasan itu sesuai dengan
perbuatan bukan menurut angan-angan. Frasa ‘angan-angan’ dijelaskan secara gambling.
Posisi angan-angan sangat strategis dan sentral dala kehidupan umat manusia. Apakah
angan-angan sebagai hasil bisikan setan, ataukah sebagai “bakat” bawaan sejak
lahir. Kita mengacu terjemahan [QS An
Nisaa’ (4) : 120] : “Setan itu memberikan janji-janji
kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan
itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.”
Langkah
pertama, ada bukti bahwa angan-angan sebagai hasil pekerjaan setan dengan
ketentuan umat manusia yang kadar imannya masih kalah dengan bisikan dan rayuan
setan. Bahkan tepatnya, hak milik siapa angan-angan itu, kita simak [QS Al Hijr (15) : 2-3] : “Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan,
kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka
(di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan
(kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).”
Angan-angan sebetulnya
bersifat netral. Kamus Tesaurus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Depdiknas 2008,
menjelaskan lema angan-angan n 1 angan, aspirasi, cita-cita, hasrat,
keinginan, lamunan; 2 bayang-bayang, citra, fantasi, gambaran, gagasan, ide,
imaji, hayal(an), konsepsi, rekaan.
Mengacu ayat di atas, apakah
angan-angan yang kosong sebagai ciri orang kafir? Proses selanjutnya, kita
secara tak sadar sering menjebakkan diri dengan masa lalu. Artinya, memandang
bagus masa lalu yang justru berkonotasi adanya angan-angan dan cita-cita yang
tidak tercapai. Membanggakan masa lalu tanpa mampu mengambil hikmahnya, kenyang
dengan rasa bangga, menjadikan hidup kita semakin kosong.
Memanfaatkan sisa waktu di
depan mata kita, sebagai hamba Allah dengan peran dan kewajiban utama mencari
jalan lurus kembali kepada-Nya, kita harus pandai dan pandai-pandai
memanfaatkan daya angan-angan. Sah-sah saja jika kita mengangankan nikmat dunia
yang melenakan, yang meninabobokan. Lebih utama dan mulia adalah mengangankan kampung
akhirat, tempat tujuan akhir kehidupan kita dan disanalah kita akan hidup
selamanya. Wallahu a’lam bisshawab.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar