menunggu
presiden bersin
Walau
sama-sama menggunakan sarana mulut, namun antara bersin, batuk, menguap,
bersendawa tidak mempunyai hakikat yang sama menurut kaidah agama Islam. Kalangan kedokteran, medis serta pengobatan
akhirnya mampu mengurai penyebab dan dampaknya. Analisisnya semakin memperkuat
mengapa Islam seolah sedemikian rinci, detil mengulas adabnya.
Polusi udara
bisa memacu dan memicu empat atau lebih olah mulut tadi. Gaya hidup, pola makan serta asupan ideologi
mampu mengendalikan laju olah mulut tadi.
Di waktu manusia lelap, olah mulut secara otomatis sesuai mekanisme
tubuh tetap beroperasi. Ngorok, mengingau, mendusin, ngeces utawa ngiler,
menambah deretan pertanda sinyal baik/buruk bagi ybs.
Kesemua
bahasan tadi, mungkin bisa terkait dengan adanya gerakan buang gas alias
kentut. Walhasil, sampah yang keluar dari tubuh manusia melalui lubang tubuh
yang ada.
Meludah
sembarang tempat, buang dahak, ingus tanpa malu, sudah menjadi pemandangan
biasa. Bahkan di kendaraan umum.
Ironis,
faktor kejiwaan semakin menjadikan manusia perlu energi pelepas beban moral. Lihat
saja, banyak anak manusia menjadikan merokok sampai menegak miras sebagai upaya
penenangan diri, menstabilkan jiwa raga. Penat hidup ada yang pilih
mengkonsumsi narkoba untuk jalan keluar sesaat dan sesat.
Nusantara
ini mengenal pasal merebut kekuasaan pemerintahan
secara konstitusional dengan berpolitik. Liwat atau dengan cara pesta demokrasi
lima tahunan. Militer atau pihak tertentu tidak mempunyai peluang untuk makar. Terkecuali
PKI di tahun 1948 dan 1965 yang tidak sekedar kudeta, tetapi mau mengkomuniskan
Indonesia. Komunis beda sisi dengan kapitalis, yang tujuannya sama yaitu bentuk
penjajahan manusia atas manusia.
Polusi
udara politik sudah mengakibatkan kawanan loyalis ketua umum partai menjadi
lupa daratan tetapi tetap ingat berhala Reformasi 3K (Kuasa, Kuat, Kaya). Yang
sedang nangkring dan nongkrong sebagai penyelenggara negara, dibetah-betahkan
dengan cara memanipulasi watak diri. Sampai mereka lupa, apakah sedang hidup
bersandiwara atau melakoni babakan hidup sesuai skenario dan konspirasi ideologi.
Nyatanya,
manusia politik Nusantara bak kucing bernyawa rangkap sembilan. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar