Halaman

Selasa, 30 Juni 2020

radar hati menangkap sinyal alam pratanda


radar hati menangkap sinyal alam pratanda

Daya religiusitas memantapkan diri bahwasanya Allah swt menggenggam jiwa manusia ketika lelap malam. Allah swt dengan segala sifatya membolak-balik jiwa manusia. Panjatkan doa dan hadirkan jiwa diri agar dalam kendali-Nya.

Usai sholat subuh yang memang tanpa tambahan sholat sunnah bakdiyah. Jangan bergegas bangkit uber rezeki. Masih ada momentum kuatkan jiwa. Manusia tak tahu apa yang akan terjadi 24 jam ke depan. Mohon mudahkan, lancarkan segala urusan dunia akhirat hari ini saja. Niat besok subuh bersama bareng hamba-Nya yang ahli surga.

Selaku pengolah kata, mohon gerakkan hati untuk ringan tangan. Fakta ringan berseliweran bebas yang tak tertangkap mata indra. Menjadi modal utama olah kata berbasis dakwah plus ujaran bebas berklas. Tantangan mewujudkan kalimat yang tak umum tapi meningkatkan daya religiusitas diri dan lingkungan. [HaéN]

olah kata tak seindah fakta di depan mata


olah kata tak seindah fakta di depan mata

Aktivitas diri berolah kata memakai jasa laptop, perlu dukungan eksternal. Mengandalkan perenungan atau mencari ilham, butuh waktu dan boros pemikiran. Beda nyata saat menulis formal order dari kantor. Subtansi sudah jelas walau ada dimana-mana. Jam terbang saja kurang cukup. Bidang garap mulai produk hukum sampai laporan fisik dan keuangan sangat dinamis, fluktuatif.

Terkadang radar hati menangkap sinyal ada fakta bertebaran. Beruntung kalau fakta utuh. Namanya pengolah kata, masukan secuwil fakta bisa jadi bahan baku. Yakin, jika sudah mulai buka laptop, fakta lain terkuak. Pengalaman olah kata plus tata kalimat, sampai mewujudkan alinea tak sia-sia bin mubazir.

Begitu judul definitive diketik, langsung terbayang pasal lain. Kian menata kalimat hafalan atau simak cepat karya tulis pihak lain, menstimulus otak akal sehat untuk ajukan ihwal terpendam. Biasa menulis bukan jaminan mutu lancar berbahasa. Tetap buka kamus bahasa plus.

Saat menulis berbasis pengalaman pribadi bertajuk “kaos oblong lawas promo menjadi”. Kian mengkerucut karena didukung fakta serupa tapi tak sewajah. Perjuangan cukup bikin tensi saling adu nyali. Seolah, fakta diri bisa berolah kata ditantang terang-terangan. Antara gaya bahasa tanpa gaya vs gaya-gayaan agar tampak punya gaya. [HaéN]

dilema ayam milenal nusantara, telur gudeg vs telur mie rebus


dilema ayam milenal nusantara, telur gudeg vs telur mie rebus

Aksi nasional berpancasila hadapi agresi covid-19, malah menunjukkan jati diri tanpa malu. Protokol sehat bangsa seperti adu muka dengan sektor ekonomi pengusaha yang profit oriented. Bulan pertama saja sudah bisa mengklaim kerugian Rp yang tak ternilai, merembet ke dunia usaha lain.

Kebijakan di rumah saja, memacu plus memicu kreativitas, produktivitas, imajinitas serta daya akal sehat. Pengalaman kencangkan ikat pinggang zaman Orde Baru. Gonjang-ganjing politik pasca reformasi melahirkan tatanan serba téga, super mégatéga. Siapa makan siapa menjadi menu politik.

Agar olah kata tak kebablasan. Akhirnya, bahan baku pangan peruntukkan status sosial non rakyat tahu-tempe. Olah kaki lima di bintang lima. Ditampung di pasar tradisional, warung rakyat atau langsung ke kawasan hunian terdampak. Di pinggir jalan, tampak gelaran penjual telur ayam betina harga banting. Tahu waktu pas masuk Ramadhan 1441H.

Harga terjangkau dengan selembar uang kertas warna hijau. Pembeli pesan dalam jaringan untuk partai besar. Menambah kemudahan tapi tetap dalam kehatian-hatian pengusaha pangan.

Dikisahkan, ada pengusaha atau industri rumah tangga dadakan. Dukungan tenaga ahli atau merangkul pihak lain yang sudah kaya pengalaman tapi minim modal. Betapa telur untuk olahan gudeg ala wong Jawa, butuh telur yang sekila isi 17-an atau kurang. Proses gudeg sampai siap saji, membuat telur mengkerut bukan karena kedinginan. Padahal menyerap aneka bumbu.

Cerita lain dari pedagang keliling mie rebus yang juga jual nasi goreng dan mie goreng. Tahu dalil ekonomis, pakai telur ayam yang sekilonya berisi 20-an butir. Padahal telur curah obral murah butirannya memang pas untuk telur gudeg. Beli di langganan, harga stabil tak terpengaruh protokol politik. [HaéN]

tata moral politisi sipil vs kebijakan kawan ketua partai


tata moral politisi sipil vs kebijakan kawan ketua partai

Mengingat, katanya partai politik adalah sebuah wujudan, bentukan organisasi politik non ideologis berbadan hukum publik. Daya politiknya tergantung, selaku industri keluarga, tak layak diperbincangkan. Dibawah kendali pihak pendiri, penggagas atau ikhwal semaksud, tunggu tanggal mainnya.

Multipartai menentukan laju demokrasi antar periode, antar generasi. Pemilih pemula yang melek informasi dan komunikasi, terkontaminasi oleh perilaku kawanan penguasa dan loyalis liwat jasa media massa. Ajaran dan ujaran bebas generasi bau kencur sampau bau tanah. Bukti bangsa ini masih terjajah oleh ambisi tanpa bentuk.

Jadi, terjadi partai politik secara dejure, namun defacto bersejarah kebalikan. Ibarat usaha bisnis berbadan hukum yang praktik politik cuci uang. Hasil audit menunjukkan pailit, tapi komisi tetap lancar. Ambang batas psikologis politik bisa diimbangi dengan dana tak terduga. Perwakilan “ideologi” global karena merasa Pancasila hanya ada di kehidupan bermasyarakat. [HaéN]

Senin, 29 Juni 2020

kaos oblong lawas promo menjadi


kaos oblong  lawas promo menjadi

Kendati sudah seminggu atau bahkan satu dekade, kaos oblong kotor menumpuk belum dicuci. Tak mengganggu stock dan sirkulasi. Menambah bau iya. Padahal, saya jarang beli kaos. Kebanyakan dari anak, isteri, saudara maupun kaos sponsor. Pilihan warna disesuaikan dengan hem. Bijak pilih warna agar tak berkesan hanya itu-itu saja.

Kaos berkerah pun tiap hari gabti cukup untuk seminggu atau lebih. Kupakai ke masjid atau keperluan lain. Bukan untuk tidur, bahan cukup tebal. Bahkan sampai rumah, ganti dengan kaos oblong. Kaos jersey kutak punya. Alasan bahan mengkilat bikin silau. Singlet, sejak tahu kaos bukan tak suka. Seperti tak sopan.

Sedikit riwayat nyelekit. Sewaktu pakai kaos yang lubang leher kelihatan, dianggap ndeso. Dikira mau pamer. Laju peradaban, seragam alat negara pakai kaos oblong, warna khas angkatan atau polisi. Anak gaul sengaja  kaos lengan panjang dengan hem lengan pendek. Manset menunjang tampilan fesyen.

Bedanya pada ada kaos yang awet warna dan sebaliknya. Kaos lama, puluhan tahun tak loyo dan tidak lusuh. Ironis, kaos yang sengaja beli karena warna, selain luntur juga susah dilipat. Lebar kaos yang pas badan, jarak antar ketiak sekitar 3x kilan tangan. Ukuran angka, huruf bukan jaminan. Tergantung model potongan dan pola menjahit. Obrasan mepet mudah dedel.

Kaos yang dirasa kurang laik dipakai di tempat umum. Atau kasus lain. Akhirnya alih fungsi menjadi bungkus bantal. Pengalaman serap keringat diutamakan. Tak lupa sarung bantal seragam dengan sprei. [HaéN]