Halaman

Minggu, 28 Juni 2020

dikotomi multipartai plus, oposan vs oplosan


dikotomi multipartai plus, oposan vs oplosan

Memang belum dapat disimpulkan, masih dalam proses pihak tertentu. Perlu rombak sana-sini sesuai skenario global dan atau konspirasi mancanegara. Macam wisatawan, ada nusantara dan sisanya mancanegara. Parpol nusantara bersifat kemelayu-melayuan atau memang itu bisanya.

Macam apa partai politik. Pendekatan, pedefinisian pakai asas minimal sampai dalil ideal. Secara awam, paling pas sesuai laju zaman. Pengalaman ikut daripada pesta demokrasi, malah mati angina. Dapat kursi di Senayan, bak duduk di kursi panas. Uji nyali loyalitas. Tarik ulur antara biaya politik dengan faktor eksternal tak terduga.

Budaya politik dan rivalitas panggung politik nusantara. Pakai topeng apa pun, selalu masih “kalah awu” dengan pihak tiban, merasa pewaris kursi noronegoro, perpanjangan kuasa politik global. Nasionalisme sarat solidaritas keindonesiaan, berkat multipartai, menjelma kuat menjadi solidaritas kepartaian.

Egosime partai menjadikan kejahatan politik bak syarat menjadi pahlawan ideologi. Kendati semu atau samar-samar, lagu wajib yang diabadikan. Oknum ketua umum dengan hak prerogative dan menjabat seumur hidup. Politik selaku agama buatan manusia.

Wajar binti nalar, jika kekerasan politik atas nama penguasa atau kebijakan partai. Proses sakralisasi kejahatan politik demi jaga nama baik, wibawa, martabat kuasa partai. Aksi brutal layak disebut jasa atau prestasi kepartaian. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar