dikotomi multipartai
plus, oposan vs oplosan
Memang belum dapat disimpulkan, masih dalam proses pihak tertentu. Perlu rombak
sana-sini sesuai skenario global dan atau konspirasi mancanegara. Macam wisatawan,
ada nusantara dan sisanya mancanegara. Parpol nusantara bersifat
kemelayu-melayuan atau memang itu bisanya.
Macam apa partai politik. Pendekatan, pedefinisian pakai asas minimal
sampai dalil ideal. Secara awam, paling pas sesuai laju zaman. Pengalaman ikut
daripada pesta demokrasi, malah mati angina. Dapat kursi di Senayan, bak duduk
di kursi panas. Uji nyali loyalitas. Tarik ulur antara biaya politik dengan
faktor eksternal tak terduga.
Budaya politik dan rivalitas panggung politik nusantara. Pakai topeng apa
pun, selalu masih “kalah awu” dengan pihak tiban, merasa pewaris kursi
noronegoro, perpanjangan kuasa politik global. Nasionalisme sarat solidaritas
keindonesiaan, berkat multipartai, menjelma kuat menjadi solidaritas
kepartaian.
Egosime partai menjadikan kejahatan politik bak syarat menjadi pahlawan ideologi.
Kendati semu atau samar-samar, lagu wajib yang diabadikan. Oknum ketua umum
dengan hak prerogative dan menjabat seumur hidup. Politik selaku agama buatan
manusia.
Wajar binti nalar, jika kekerasan politik atas nama penguasa atau kebijakan
partai. Proses sakralisasi kejahatan politik demi jaga nama baik, wibawa,
martabat kuasa partai. Aksi brutal layak disebut jasa atau prestasi kepartaian.
[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar