mimpi besar lembu agar
merah-putih tinggal merah saja
Konsepsi tak
tertulis kehidupan bermasyarakat didominasi gaya hidup suku bangsa Jawa yang berwatak
konsentris, kolektivistik-pluralis dan kolektivistik-totaliliter. Guyub rukun
dalam format tepo seliro. Intervensi yang bukan intimidasi sistem ekonomi-politik
jelas berwatak individualistik. Ada harga ada kursi atau barang.
Jasa politik
menjadi biaya tak terduga yang dibebankan merata berkeadilan ke semua lapisan obyek
pembangunan manusia oleh manusia. Pergerakan tata sosial masyarakat yang tampak
monoton, sejatinya sarat konflik. Interaksi tata moral penyelenggara dengan
cita hukum berideologi Pancasila.
Formasi sosial
masyarakat nyaris statis dan ini memang karakter dan potensi terpendam persatuan,
kesatuan dan keutuhan bangsa. Namun, adab berbangsa malah ditentukan oleh
kinerja, kiprah, kontribusi politik yang terasa jauh dari batas ideologi
negara.
Ironis, masuk
lapis bernegara yang siap bongkar pasang. Ketika siapa bisa menjadi apa saja. Siapa
saja bebas berbuat apa saja asal ada restu dari raja rimba belantara nusantara.
Peran tradisional tokoh masyarakat selaku kalah gasak dengan kesadaran etis
loyalis penguasa.
Tekanan publik yang
diabaikan oleh pejabat publik, wajar. Kawanan politisi sipil maupun mantan alat
negara hasil pesta demokrasi terikat secara moral dengan kebijakan partai. Kontrak
politik kian membaptis jiwa mereka bukan
selaku manusia merdeka. Jiwa manusia politik terjajah ambisi tanpa batas tepi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar