kutukan kursi mpu
Gandrung, sampai presiden ketujuh
Sejarah kenusantaraan, aneka versi berjalan bersamaan, paralel pada waktu
dan tempat yang sama. Beda manusia tapi mirip karakter dan mirip warna partai
politik. Perebutan kekuasaan kian salah kaprah.
Siapa yang menguasai jimat “kursi kuning” yang dapat dilipat, akan disegani
lawan politik. Daya kerjanya tak jauh-jauh dari susuk penglaris di dunia hiburan
malam atau panggung politik pengisi waktu. Anak wayang nusantara jauh melampaui
khazanah angkara murka yang ada di dunia nyata.
Hebatnya, satu orang dengan lebih dari satu watak klas lokal. Mudah
dibentuk, diarahkan dengan umpan olok-olok politik. Sejarah merah masa lampu
sedemikain dilestarikan bak warisan luhur leluhur.
Semasih ada laporan BPS perihal kemiskinan karena daya belanja, bukan
faktor masukan rezeki. Pendekatan ekonomi hanya melihat nominal bukan hakikat,
esensi nilai kehambaan. Kredo ada uang ada barang. Sampai pada kuadran
memancing uang dengan uang.
Revolusi mental petugas partai, mengkorbankan kursi pihak lain demi kursi
yang lebih abadi. Tuah kursi terasa sampai ujung pantat [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar