Halaman

Sabtu, 27 Juni 2020

utamakan simbol partai ketimbang dasar negara


utamakan simbol partai ketimbang dasar negara

Sepertinya seperti soal uji kecakapan umum tentang hubungan partai politik dengan negara di negara tertentu. Lihat dulu kenapa sampai muncul pernyataan yang sekaligus pertanyaan. Sebut saja ada gejolak di negara berkembang, pemerintah multipartai dan masyarakat bebas berpikir tak pakai lama.

Rasa hormat rakyat terhadap orang lain, terlebih kepada pihak yang dianggap uwong. Lihat makna “mikul dhuwur, mendem jero”. Karena terasa rasa ras Melayu atau kenusantaraaan. Dioplos dengan semboyan “jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”.

Masalahnya, anak cucu pengalir darah merah politik ateis, tak merasa kalau masih dianggap manusia seutuhnya. Didiamkan semangkin menjadi-jadi. Sedikit diingatkan dikira ada pihak yang iri dengki binti sirik. Diberi kursi empuk merasa kurang tinggi. Dihormati siang malam, merasa hak dan gila hormat.

Dia pikir, berkat partai politik bikinan kakek moyangnya menjadikan bangsa merdeka menjadi negara. Merasa berhak mendapat warisan, arisan kursi notonegoro.

Perjalanan sejarah bangsa di manapun. Manusia bebal politik menjadi beban ganda, tekanan berlapis protokol kemanusiaan. Jalan keluar mujarab binti mustajab cukup rakyat tetap diam tutup mata sambil usap dada. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar