semarak syawal 1441H
dengan mudik-terbalik
Segi praktis, ekonomis dan memang sesuai sikon suasana keprihatinan,
kebatinan nasional. Daya jangkau, gebrakan agresi covid-19 tak merata sampai
daerah. Pentetapan, penterapan sistem atau protokol kesehatan, terjadilah
zonasi. Semua pihak merasa berkepentingan dengan APBN maupun APBD.
Ternyata, justru kadar fitrah umat Islam teruji sampai ambang tertentu. Bukan
karena asas taat lantas adat pulang kampung, rindu tanah kelahiran tertunda. Kawanan
loyalitas partai aliran atau arus global “sama rasa, sama rata” mendaur ulang
bencana politik masa lalu.
Kembali ke hakikat judul. Karena orangtua kami sudah di alam baka. Masih malah
wajib sambung silaturahmi dengan saudara
orangtua. Biasanya, hari pertama syawal langsung kumpul di yang tertua. Atau sesuai
kesepakatan, sistem ganti tempat. Peluang yang ada dengan ambil jalan praktis.
Sabtu ketiga Juni 2020, kami kunjungi anak kedua plus cucu. Sekali dayung
dua tiga pulau terliwati. Cukup dua malam lepas kangen. Minimal, cucu sudah
kenal. Maklum, mbak kakung dan mbah puteri dari ayahnya, jauh lebih jauh dari
kami. Rumah kosan tipe 31, menjadikan satu blok bak deretan rumah. Nomor rumah
percaya angka sial, angka mujur.
Sabtu keempat Juni 2020, tujuan kunjungan keluarga ke anak ketiga, tepatnya
anak nomor dua dan anak nomor tiga,
kembar dua. Keberangkatan tak sesuai rencana. Garwo yang sibuk dengan terima antar
paket pangan, masih tunggu barang plus antar ke pemesan. Bakda asyar kami
meluncur lintas provinsi.
Ke anak sulung, harus lintas negara. Protokol kesehatan pandemik, negara tujuan paham
utamakan sehat ketimbang gaduh politik. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar