Halaman

Senin, 01 Juni 2020

(penguasa) nusantara tak akan berduka karena


(penguasa) nusantara tak akan berduka karena

Antara pendidikan politik (dalam format kampanye politik) dengan propaganda, promosi, provokasi sulit dipilah, dipilih perbedaan yang hakiki.  Adalah propaganda binti kampanye politik, sama modal beda pelepasan.

Modus Propaganda, Sensasi Politik vs Mantra Politik. Tidak di tahun politik. Sejak pasca dilantik dengan ucap janji dan sumpah, otomatis pejabat negara atau sebutan lainnya. Argo balas jasa/balas budi maupun balas dendam bak kuda liar. Komunikasi, koordinasi, kendali dengan pihak resmi, legal, konstitusional maupun dengan pihak sebaliknya, semakin seksama.

Indonesia tak mau kalah dengan modus politik di negara adidaya AS maupun negara terbanyak populasi penduduknya, RRC. Ditambah nusantara menjadi satu-satunya negara yang mempunyai Pancasila. Ramuan ajaib negara multipartai, apa pun yang tak mungkin atau tak terpikirkan oleh peradaban global, sudah terlebih dahulu dipraktikkan oleh manusia politik.

Tegur sapa alam, dianggap fenomena dan salah musim. Kian dikritik, kian menyalak garang. Kian dipuja-puji kian menggonggong riang. Ekor dikopat-kapitkan tanda. Kian disanjung, siap bagi-bagi kursi. Kian tersandung malah merasa ada pihak yang menggoyang kursi.

Jujur saja. Rakyat sudah muak, jenuh, bosan, nek dengan gerakan aksi partai politik. Bukan itu maksudnya. Rakyat tanpa pendidikan politik, sudah praktik demokrasi dengan arif, cerdas, santun. Bahan baku, bahan dasar, galian utama sila-sila Pancasila ada di hamparan akar rumput, kehidupan harian rakyat papan bawah.

Disparitas atau predikat yuridis formal lainnya tentang pasal penguasaan, pemilikan, pengunaan, pemanfaatan dari Pancasila kembali ke Pancasila. Diformulasikan secara akademis. Masih kalah wibawa dengan formulasi pakai bahasa politik. Pokoknya sesuai praktik demokrasi.

Mereka disana tapi bukan disini, pakai gaya mendiskreditkan berbagai karakteristik konten, isi, muatan, kandungan lokal dan nasional serta plus mempromosikan berbagai hal yang bersifat global, seperti perdagangan bebas dunia, bahasa internasional, gaya hidup bebas, ujaran bebas sanksi moral, dan standar serta sertifikasi internasional.

Lain pasal beda perkara tapi kasus mirip. Guru yang melihat anak didiknya gagal ujian akan merasa gagal dalam mendidik murid, siswa tersebut. Penguasa yang paham fakta angka, masih ada penduduk miskin secara turun-temurun, tak merasa gagal. Malah bangga mampu sekali menjaga konsistensi “kemiskinan”. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar