duplikasi energi politik
teranyarkan, rebus beras vs tanak nasi
Pentas wayang politik nusantara
berkembang melampaui peradaban politik global. Aneka watak yang belum dikenal,
muncul dan tak ada pasal perbedaan gender. Aksesori, atribut parpol lebih
menonjol ketimbang jiwa dan jati diri. Wajar, pemain berlatar belakang
popularitas, pesohor, tenar, beken plus nilai jual.
Singkat kata lakon yang
ditayangkan menjadi sekedar hiburan pelupa duka bangsa. Gaya hidup glamour
menjadikan biaya politik terkoreksi positif. Dalil politik lunas dimuka “siapa
saja bisa menjadi apa saja”.
Oknum politisi sejati
yang tersisa, berebut sisa kursi dengan pihak lain bakat sesuai kurva normal, “mulai
tidak bisa apa-apa berakhir sampai apa-apa tidak bisa”. Seni berpolitik butuh
seni lain, khususnya nilai moral agar tetap pada pakem. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar