mengikuti langkah kaki
ketimbang
Olah raga yang masih dikenal, dikenang murah meriah adalah jalan kaki. Mulai
dari jalan kaki santai sampai jalan kaki cepat yang tidak diperlombakan. Biaya yang
keluar untuk beli sepatu plus atribut pejalan kaki. Namun justru yang banyak
mempraktikkan jalan adalah yang pakai baju rumahan, kemana saja jalan kaki. Ibu
rumga dengan busana kebesarannya, santai melenggang.
Rabu pagi, 18 syawal 1441H. Ada keperluan dengan uang, sigap jalan kaki ke
ATM. Karena koran sudah datang, sempatkan baca cepat. Kedahuluan tukang antar
gas 3kg. Bayar lunas dengan sebagian dana rekening koran yang belum tertagih. Pegang
uang ala kadarnya. Resiko pas butuh Rp
di atas uang dalam dompet atau uang logam di cadangan.
Lanjut ke sesuai judul. Belum keluar hakaman sudah ada sosok ibu rumga yang
liwat. Tanpa suara berarti memang niat jalan. Liwat bersuara sambil ngecek
tetangga, ibu rumga yang mau belanja. Sambil buka pintu halaman membaca
situasi. Ke kanan atau ke kiri untuk rute nyaman.
Anggap kondisi normal, pakai rute ke kanam seperti kalau mau ke
masjid. Setiap simpang wajib waspada. Kendati
di kompleks KPR-BTN. Kali ini, baca rute yang aman dari pejalan kaki santai. Ibu
rumga belanja, bisa jauh keluar rumah. Ke warung RW atau pasar depan kompleks. Jalan
pintas ke kampung lawas, banyak warga buka lapak pagi.
Karena lokasi ATM di pasar depan kompleks. Bukan masalah jarak, utamakan
olah nafas. Cari keringat yang akhirnya di dapat setelah kembali ke rumah,
sampai rumah. Tidak juga. Pola zig-zag untuk mendapatkan jarak tempuh ideal
nafas.
Usai daru dua ATM lokasi berjarak santai. Pulang liwat rute berbeda. Lagi-lagi
nyaris setiap penggal jalan ada ibu rumga. Bedanya, sepagi ini sudah buka ajang
diskusi sambil berdiri. pulang sambil mikir mecah duit agar pas buat bayar
koran langganan.
Alhamdulillah, sesuai rencana menjalankan kaki. Sampai rumah, buka laptop,
ketik judul ini, santap 3 roti produk. Lanjut menghabiskan susu oplosan hangat. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar