pembekalan kader mbokdé Mukiyo, dudu pembégalan bén kedér
Maksud hati memeluk gunung, apa daya ternyata gunungnya kembar. Sekali
peluk, dua tiga guling terguling. Ini mah bau terasi. Buruk muka, wajah tetangga
dituduh makar. Malah kian apek. Anehnya, anak manusia malah betah berlama-lama
nongkrong nangkring di jamban keluarga. Tak peduli antrian.
Fakta yang bergulir, pengangguran manusia politik karena terjebak paradigma. Sibuk inspeksi lowongan kerja, pencari
peluang kerja dan bukan menjadi pencipta lapangan kerja. Padahal dengan modal Intelektual
(intellectual capital) dapat membuka lapangan kerja baru.
Sekedar info santai, tanpa sumber. Dikisahkan, pada tahun 2050 atau setelah
Indonesia Emas 2045. Fokus investasi India dan China pada pendidikan tinggi sebagai
"modal intelektual". Sedangkan pihak Rusia dan Brasil pada saat yang
sama tergantung keramahan harga komoditas. Tidak membuat investasi infrastruktur
dan modal manusia. Hal inilah yang dapat membuat posisi Rusia rawan dan bisa tergusur
oleh pesaing, termasuk Indonesia. Tinggal bagaimana Indonesia sigap diri. Padahal
Indonesia berawal atau mengandalkan investasi infrastruktur
Berikut, simak model pemaknaan modal intelektual disidik dari teori
legitimasi. Diyakini bahwa partai
politik sebagai partai tertutup. Berkelanjutan mencari cara untuk menjamin
operasi senyap sesuai skenario. Sekaligus berada pada koridor, norma, kebiasaan
yang berlaku di masyaraka. Teori legitimasi memunculkan bentuk kontrak sosial. Parpol
diharapkan mampu melegitimasi statusnya berdasarkan tangible
asset maupun raihan suara. Terlebih raihan kursi wakil rakyat, kepala
daerah dan terutama kepala negara, sebagai simbol kesuksesan parpol. [HaéN]