politik bebal
Nusantara, merasa kuasa parlemen mainkan nasib rakyat
Katanya kata. Kegilaan berkelanjutan, berpolitik adalah melakukan sesuatu yang sama menerus,
tipikal antar periode lima tahunan, namun berangan meraih hasil yang berbeda. Lompatan
jauh ke depan malah merugikan. Merasa nyaman duduk manis di kursi anak cucu
ideologis.
Tak analog dengan daya juang petani gurem yang berharap bangsanya tak perlu
santap nasi dari beras impor. Tapi apa daya, hasil panen untuk keluarga saja
dibilang pas-pasan. Ada untung finansial, masih jauh. Minimal luasan Ha agar
bisa kipas-kipas lega.
Kembali ke daya juang partai politik. Kendati keluar sebagai juara umum
pemilu legislatif tidak ada jaminan untuk mensejahterakan bangsa. Dimulai dari
nol. Dalam arti, dimulai dari diri sendiri, untuk diri sendiri. Berakhir untuk
diri sendiri.
Pasal politik bagi hasil. Aturan pertama, kursi penting, lahan-lahan
produktif menjadi hak milik juara umum. Sisanya sesuai asas timbal balik. Lunas
dimuka gratis sms sebulan ke sesama operator. Tidak habis liwat jatuh tempo,
hangus.
Akhirnya yang bukan terakhir. Partai politik sarat manusia politik yang
seolah partai non-gurem, berharap panen raya tiap bulan. Tanpa diminta, parpol
dimaksud memakai ilmu kondom. Tampak tegak perkasa karena syahwat politik
melampaui daya tampung diri. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar