Halaman

Jumat, 17 Mei 2019

kepastian hukum, “dipastikan” untuk siapa


kepastian hukum, “dipastikan” untuk siapa

Dinamisasi Ilmu Hukum di Indonesia.  Peninggalan, luncuran, warisan penjajah Belanda dioplos dengan ahli hukum yang mendalami hukum dari semua aspek kehidupan. Sadar hukum negara, bukan karena akibat Perubahan Ketiga UUD NRI 1945, menghadirkan tambahan ayat pada Pasal 1. Berupa ayat (3), tersurat “Negara Indonesia adalah negara hukum.”

Bagaimana nasib hukum di Indonesia. Apakah karena setiap periode pemerintah, dipastikan muncul UU hasil kolaborasi manusia politik di DPR dengan Pemerintah. Atau, yang terukur secata nyata, per jiwa adalah sedikitnya warga binaan atau istilah sejenis.

Dimensi lain. Ilmu hukum semakin kian bercabang. Menjadi spesialis, sampai ranting terkecil. Kemungkinan, tiap semester Nusantara bertambah dengan sarjana hukum. Sampai tingkat S3. Apakah mulai dari program diploma, kutak tahu dan tak mau tahu.

Kalau dibilang, lembaga hukum, aparat penegak hukum dan sebangsanya. Tampak kian perkasa. Siap tanding di kandang. Sebentar. Banyaknya kasus kejahatan lintas negara yang seolah terdiamkan atau butuh nyali. Aneka bentuk dan tingkat kejahatan. Pakai asas tebang pilih. Khususnya terkait wibawa (kepala) negara.

Lagu lawas. Seolah perkara kriminal lebih laju ketimbang pasal penjerat, penjegalnya. Di mata awam. Tambah bingung. Tega-teganya ada kejahatan ekonomi, kejahatan korporasi. Di desa yang mana sebagai pendekatan pembangunan mulai dari bawah. Kejahatan penguasa-pengusaha menjadi menu ritun harian. Simak konflik agraria di semua sektor.

Istilah ‘kejahatan kerah putih’ menjadi isi berita ringan terpercaya. Penjahat berdasi pun tak mau kalah pamor. Kejahatan politik, penyakit politik, politik kambuhan maupun olok-olok politik, bebas jangkauan tangan hamba hukum.

Ironis banyak tindak kejahatan yang seolah tak terendus. Pelaku kejahatan malah ‘show of force’ di depan jidat penguasa hukum. Bukan berita bohong, pelaku kejahatan ekonomi disambut mesra di istana bukan untuk rakyat. Gelaran karpet merah tanda suka cita sang tuan rumah.

Jangan-jangan. Sekedar bersin tanpa irama. Kentut sembarang tempat.  Bisa-bisa memang bisa jadi sasaran tilang (bukti pelanggaran). Hukum ada dimana-mana. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar