Halaman

Sabtu, 11 Mei 2019

berdamai dan mengoptimalkan akal diri


berdamai dan mengoptimalkan akal diri
Efek domino tahun politik, akhir periode 2014-2019.  Anak bangsa pribumi Nusantara pamer watak mental budak politik. Semula hanya hak milik petugas partai. Dengan bahasa tubuhnya yang tak nyaman namun direkayasa tampak nyaman. Demi menjaga wibawa negara. Apalah arti harga diri. Demi nikmat kursi dunia.

Karakter bangsa sangat ditentukan kemahiran berbahasa tulis maupun berbahasa lisan, ujaran, tindak buka mulut. Simak acara, atraksi, adegan di layar kaca. Dialog, diskusi, debat penyelenggara negara plus kawanan loyalis. Pariwara dengan modus kuno banding, sanding, tanding menjadi ajang resmi pembodohan. Motivasi tema sinetron yang berepisode, menjabarkan rasa kehilangan identitas bangsa yang besar. Benang merah kian membara.

Budi bahasa bangsa tergantung adab politik Nusantara. Asumsi cepat peran dan peranan politik Nusantara, nyaris datar statis. Bukan karena rakyat buta politik. Kebalikannya. Penguasa atau manusia politik kian melek politik malah dengan sadar semakin gigih alergi sila-sila Pancasila.

Bencana politik, penyakit politik, konflik akibat politik, serta aneka dekadensi politik menjadi menu resmi. Rasanya, anak bangsa pribumi Nusantara lebih nyaman di ketiak bangsa asing. Minimal tak perlu mikir untuk ber-budi bahasa. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar