ketahanan angan-angan
Nusantara
Seperti pencarian benda hilang. Maka pas usaha pencarian “terakhir”, barang
tersebut dengan mudahnya diketemukan. Tak pakai lama. Kalau begitu, mengapa tak
langsung pada waktunya dan tempatnya dilakukan pencarian.
Jangan benda berharga yang hilang. Sebilah kunci motor raib, bikin
kelabakan, kalang kabut si empunya motor. Anak hanyut di sungai. Liwat 24 jam. Aneka
upaya dilakukan. Termasuk “kontak” dengan penjaga lingkungan atau pihak sing mbaureksa jagakali.
Jangan dipakai pada proses perjuangan semua pihak yang berakhir Proklamasi
Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Yang menemukan atau peupaya terakhir Indonesia
Merdeka, bukan serta merta Nusantara menjadi hak milik atau sebagai harta
warisan.
Akhirnya, anak cucu ideologis “penemu” Indonesia Merdeka. Termasuk mewarisi mental feodal dalam bentuk mentalitas
budak (inferior) anak bangsa pribumi tulen. Bangga menjadi diri rendah budi di
hadapan bangsa asing. Merasa kalah awu.
Namun di dalam negeri. Berkacak pinggang di atas pinggang. Serba merasa
bisa. Menjadi gemedhé. Akhirnya segala aksi diri menjadi gegedhèn
rumangsa. Termasuk pasang wajah
model rai gedhèg di sembarang waktu dan tempat. Yang penting aksi.
Soal isi, nomer terakhir. Soal “isi” pakai nama besar kakek moyangnya. Bukti diri
yang cerdas tanpa keringat. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar