Halaman

Minggu, 12 Mei 2019

ketahanan angan-angan Nusantara


ketahanan angan-angan Nusantara
Seperti pencarian benda hilang. Maka pas usaha pencarian “terakhir”, barang tersebut dengan mudahnya diketemukan. Tak pakai lama. Kalau begitu, mengapa tak langsung pada waktunya dan tempatnya dilakukan pencarian.

Jangan benda berharga yang hilang. Sebilah kunci motor raib, bikin kelabakan, kalang kabut si empunya motor. Anak hanyut di sungai. Liwat 24 jam. Aneka upaya dilakukan. Termasuk “kontak” dengan penjaga lingkungan atau pihak sing mbaureksa jagakali.

Jangan dipakai pada proses perjuangan semua pihak yang berakhir Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Yang menemukan atau peupaya terakhir Indonesia Merdeka, bukan serta merta Nusantara menjadi hak milik atau sebagai harta warisan.

Akhirnya, anak cucu ideologis “penemu” Indonesia Merdeka. Termasuk  mewarisi mental feodal dalam bentuk mentalitas budak (inferior) anak bangsa pribumi tulen. Bangga menjadi diri rendah budi di hadapan bangsa asing. Merasa kalah awu.

Namun di dalam negeri. Berkacak pinggang di atas pinggang. Serba merasa bisa. Menjadi  gemedhé. Akhirnya segala aksi diri menjadi gegedhèn rumangsa. Termasuk pasang wajah model rai gedhèg di sembarang waktu dan tempat. Yang penting aksi. Soal isi, nomer terakhir. Soal “isi” pakai nama besar kakek moyangnya. Bukti diri yang cerdas tanpa keringat. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar