Halaman

Senin, 27 Mei 2019

3 penama Achmad, Rachmat, Rachman dan ironi sholat jum'at


3 penama Achmad, Rachmat, Rachman dan ironi sholat jum'at

Jum’at 24 Mei 2019, bulan Ramadhan 1440H. Jadwal sholat zhuhur, beda bergerak cuma 2 menit. Saat itu 11:54. Selalu kuusahakan minimal setengah jam sebelumnya, sudah berada di shaf terdepan masjid. Bahkan seolah berlomba dengan sesama jamaah yang sekaligus sesama manula. Shaf terdepan sekitar mihrab.

Jatah berkurang untuk khatib, imam, muazin dan pejabat teras masjid. Rasanya, setiap sholat 5 waktu, lokasi tertentu menjadi langganan. Siap datang duluan, pilih sesuai pahala. Shaf terdepan lebih lega. Ukuran karpet sesuai kolom, bukan mepet dinding.

Kembali ke judul. Pas saya sampai tengah masjid. Tepatnya di natar 4 kolom. Dari arah kanan, bergegas menyambut. Seseorang dengan gamis trendy yang masih segar. Pratanda lebih banyak digantung atau dilipat. Ybs memakai tutup kepala nonputih. Terheran nyengir kuda melihat kehadiran saya.

Busana yang kukenakan memang jauh dari atribut busana muslim. Bersih menjadi panutan. Ysb langsung jabat tanganku sambil menarik, berujar ketus, “ayo di belakang saja”. Sambil bergerak ke shaf paling belakang. Bisa bersandar di dinding. Tanpa reaksi ucap. Tangan kutarik kuat sambil melangkan ke depan. Kejadian seterusnya, sebagaimana baisanya. Tak perpengaruh apalagi terganggu ulah si gamis.

Bukan kebetulan, namanya ybs, nama depannya Achmad. Soal usia, saya kalah tua beberapa dekade. Soal gamis. Memang beliau jamaah khusus jum’at. Itupun kalau ingat. Biasanya, kata ybs ke orang lain. Jumatan di mushola dekat rumah. Jamaah di mushola dimaksud. Memang tahu beliau. Soal sebagai jamaah, tak dijawab. Cuma nyengir tanda.

Saya jadi ingat cerita pak Rachmat. Tetangga satu blok dengan ki Achmad. P Rachmat paling tua di antara 3 nama sesuai judul. RI saja kalah tua. Dengan bangga p Rachmat, bulan Mei 2019. Cerita, dapat sarung dari anak perempuannya yang alumni UIN SH atau anggota ILC (ikatan lulusan ciputat). Agar sang bapak jumatan. Demi permintaan sang anak. Singkat cerita, begitu p Rachmat mau berdiri sholat jumat. Kaki kesrimpet, terjengkang. Dia mengeluh, setelah kejadian, kakinya sakit untuk sholat. Terpaksa duduk. Saat kutanya santai, jadi memang selama ini sholat. Cuma diam malu.

Kubilang, di masjid ada beberapa jamaah yang sholat duduk di bangku atau di karpet. Tak masalah. Hati kecilnya merasa kualat dengan masjid. Tak heran, kemana saja selalu memakai celana pendek. Biar dikira low profile.

Bagaimana dengan kisah bung Rachman atau lengkapnya, Rachmansyah sebagai nama belakang. Biasa diceluk nama depannya, Rudi. Keliru malah jadi. Aktivis lingkungan RT dan RW. Saat menjadi Set RW, pas ada kampanye pemilihan ketua RW. Salah satu kandidat, pesohor yang dianggap berpunya.

Akhirnya, mereka berdua rajin ke masjid. Khususnya jumatan. Memakai baju koko atau busana batik. Berpeci sesuai busana. Bahasa tubuh dan gaya raga disesuaikan dengan suasana masjid. Termasuk gemar bersalaman. Pasca penetapan hasil pemilihan ketua RW yang diikuti dua calon. Kebetulan sang kandidat dapat nomor dua, alias gagal. Dibutikan dengan langsung “lenyap” sebagai pasangan jamaah.

Apa arti sebuah nama. Sang pemberi nama, orang tua tentu ada maksud, tujuan dan harapan.

Jangan ditafsirkan, ketiga oknum umat Islam sesuai judul, keberatan nama. Mereka bertiga di blok yang berbeda tetapi satu RT.

Masih ada waktu buat pemirsa untuk berkirim doa buat mereka. Ayo baca surat Al-Faatihah.

Kalau penasaran. Silahkan datang ke lokasi peristiwa ini diolahkatakan. Selagi ybs masih eksis. Siapa duga namanya usia. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar