wong cilik Nusantara, dudu wong sing nguripi wong
Benar dan betul. Judul dalam bahasa Jawa, sudah familier di daya akrab anak
bangsa pribumi. Masuk kategori paribasan, rasanya tidak. Guyon parikeno, juga bukan. Dari segi bahasa, sudah jelas bin ikhlas. Multimakna memang
itulah. Kalau tidak dikatai, orang tetap adem ayem.
Lebih dinamis jika judul dicerna dengan bahasa lokal pembaca. Karya sastra
karena memakai kata ‘Nusantara’. Ingat ada ‘wawasan Nusantara’ yang nyaris
menjadi bahan indoktrinasi. Tiap periode presiden berbahan kampanye semacam. Reformasi
birokrasi yang terus menjalar. Belum tuntas, muncul revolusi mental.
Menyangkut alenia pertama, kalimat terakhir. Banyak manusia kebal atau
bebal. Telinga tembok selain muka badak. Mau diingatkan tiap saat, tetap lurus
di keyakinannya. Sibuk dengan urusan nikimat dunia. Kian lama duduk di kursi
kuasa secara konstitusional. Lama-lama keladi.
Komunitas sosial walau masuk kategori profit oriented, tetap masih ingat teman. Beda kutub dengan syhawat politik. Matapencaharian
utama. AD dan ART partai politik ybs menjadikan partai bak perusahaan keluarga.
Hak prerogatif yang disandang oknum ketua umum. Nasib kader apalagi anggota
partai jelas di tangan kebijakan partai. Tepatnya tergantung watak “belas kasih”
oknum ketum.
Tak perlu masuk ke substansi lebih jauh. Sudah ada lakon “Limbuk takon akhirat”. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar