abang-abang politik
Nusantara, kampret abang plus kecebong abang
Mewarisi mental feodal dalam bentuk mentalitas budak (inferior) sampai urusan politik. Anak bangsa pribumi Nusantara tulen. Bangga
menjadi diri rendah budi di hadapan bangsa asing. Terlebih dengan sumber
inspirasi politik merah.
Anak cucu ideologis politik abang tak ada kapoknya. Membaur, menyatu lebur
dengan parpol abangan. Terlebih dengan sejak 1975 di era Orde Baru, hanya
terdapat PPP, PDI dan Golkar. Tempat penampungan sementara aliran kiri.
Berlanjut dengan mengatasnamakan barisan wong cilik.
Menyimak UU 7/2012 tentang “Penanganan Konflik Sosial”, dengan rasa lapang
dada, legowo noto negoro tersurat pada Pasal 5 Konflik dapat bersumber dari: a.
permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya;
Bentuk lain dengan adanya kasta, strata, klas, klasifikasi sosial atau
masyarakat miskin versi BPS. Dominasi pendekatan politik pada pembangunan
nasional, sebagai pemacu dan pemicu “hujan tidak merata”.
Legitimasi politik abang kian memerahkan Merah-Putih. Asas rekonsiliasi
menjadi jembatan membuka luka lama. Demi HAM, pasar bebas dunia, Indonesia
ramah investor politik, skenario dan konspirasi politik makro serta nilai tawar
RI. Lebih bijak bedah kandungan filosofi ndog abang, atribut kecil sekatenan
Yogyakarta.
Oleh karena itu, endapan lumpur di got depan rumah. Menjadi kewajiban kita
untuk bersih diri. Selangkah lagi, menjadi sarang nyamuk alias “pangkalan
militer asing”. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar