Halaman

Senin, 13 Mei 2019

abang-abang politik Nusantara, kampret abang plus kecebong abang


abang-abang politik Nusantara, kampret abang plus kecebong abang
Mewarisi mental feodal dalam bentuk mentalitas budak (inferior) sampai urusan politik. Anak bangsa pribumi Nusantara tulen. Bangga menjadi diri rendah budi di hadapan bangsa asing. Terlebih dengan sumber inspirasi politik merah.

Anak cucu ideologis politik abang tak ada kapoknya. Membaur, menyatu lebur dengan parpol abangan. Terlebih dengan sejak 1975 di era Orde Baru, hanya terdapat PPP, PDI dan Golkar. Tempat penampungan sementara aliran kiri. Berlanjut dengan mengatasnamakan barisan wong cilik.

Menyimak UU 7/2012 tentang “Penanganan Konflik Sosial”, dengan rasa lapang dada, legowo noto negoro tersurat pada Pasal 5 Konflik dapat bersumber dari: a. permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya;

Bentuk lain dengan adanya kasta, strata, klas, klasifikasi sosial atau masyarakat miskin versi BPS. Dominasi pendekatan politik pada pembangunan nasional, sebagai pemacu dan pemicu “hujan tidak merata”.

Legitimasi politik abang kian memerahkan Merah-Putih. Asas rekonsiliasi menjadi jembatan membuka luka lama. Demi HAM, pasar bebas dunia, Indonesia ramah investor politik, skenario dan konspirasi politik makro serta nilai tawar RI. Lebih bijak bedah kandungan filosofi ndog abang, atribut kecil sekatenan Yogyakarta.

Oleh karena itu, endapan lumpur di got depan rumah. Menjadi kewajiban kita untuk bersih diri. Selangkah lagi, menjadi sarang nyamuk alias “pangkalan militer asing”. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar