dilema kemaslahatan bangsa, adab pengabdian vs abdi
peradaban
Kata, lema ‘adab’ seolah bikin nyali nyiut jika diperbincangkan.
Apalagi sebagai tema. Rasanya, masuk ranah akhlak, moral, budi pekerti, budi
bahasa. Misal, dengar`adab bertetangga. Kan sudah ada Rukun Tetangga.
Akumulasinya, mulai masuk ke tahap adab bermasyarakat.
Kalau meningkat dan
sampai tatanan, tataran adab berbangsa dan adab bernegara. Jangan-jangan
penyelenggara negara takut salah. Akhirnya, tak mau ambil pusing. Kontrak
politik lima tahunan. Kian membuat nyali menjadi serba tanggung, aneka
canggung.
Sebagai bahan ajar
atau modul. Gampangnya, kita simak Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Kata ‘adab’ hanya sekali muncul pada Pasal 3, tersurat:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.”
Simpul cepat malah
membuktikan bahwasanya adab bernegara Nusantara masuk stadium balik adab.
Perhatikan ungkapan maknawi babat, bibit, bebet, dan bobot kemanusiannya.
Watak bersifat netral. Bukan sebagai stigma atau konotatif. Dibedakan antara
watak baik dan watak buruk. Guyon maton wong Jawa: “lara
weteng bisa ditambani, lara watek dienteni nganti mati”. Ungkapan itu bermakna 'sakit perut dapat
disembuhkan, tetapi kalau wataknya yang sakit, kesembuhannya hanyalah kalau ia
sudah meninggal' .
Adab menjadi sumber hukum. Kendati adab tidak ada aparat atau pihak yang
berwenang memberikan sanksi. Adab bagian utama dari konsep dan pedoman religi
dalam melaksanakan ibadah sosial. Adab sarat kandungan moral. Tidak bisa
dipelajari secara formal. Ditanamkan sejak dalam kandungan.
Adab menjadikan manusia bisa menjalankan dirinya sebagai manusia seutuhnya.
Menjadi abdi atas dirinya.
Busana politik menjadikan manusia menjadi setengah manusia. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar