Halaman

Senin, 06 Mei 2019

ucek-ucek cangkem Nusantara, pamer bungkem vs sok mingkem


ucek-ucek cangkem Nusantara, pamer bungkem vs sok mingkem

Ilmu padi mendapat bentuk perlawanan. Mirip tapi berlawanan hakikat. Muncul istilah ilmu kondom. Sama-sama berbasis makna berisi, bernas, berbobot. Beda nyata pada tongkrongan sosok fisik pada saat sama-sama berisi full tank.

Peribahasa ’tong kosong nyaring bunyinya’. Perut kosong, malah main keroncongan. Otak kosong, hanya kiasan. Garang ujarannya. Justru dibutuhkan di modus politik Nusantara. Di atas kertas, pemain berkaliber ‘otak kosong’, layak diandalkan. Bisa bermain di semua lini. Menjadi petugas yang sandika dhawuh, pesuruh yang sadhiya dhawuh, pengabdi yang nyadhong dhawuh.

Mulut bisa digethok, menjadi gethok-tular atau dari mulut ke mulut. Yang ini bukan macam lomba 17 agustusan. Estafet kekuasaan, diserahterimakan dengan pola ‘dari mulut ke mulut’. Dari mulut jatuh ke hati. Ungkapan penyuka kuliner.

Peribahasa atau bentuk lokal, yang bermodal lema ‘mulut’ memang enak disimak. Bukti ringan memang sejak anak bangsa Nusantara tahu betul manfaat mulut. Pasal utama dinamikan kehidupan harian. Mulut tidak sekedar berkaitan langsung dengan urusan nikmat perut.

Mulut bisa  sebagai alat utama mewujudkan cita-cita. Profesi yang mana uang malah sibuk mencarinya. Bermodal kapasitas dan daya jelajah, daya jangkau, daya cengkeram mulut.

Perubahan waktu yang konsisten terjadi. Membuat tridaya mulut tersebut di atas. Kian bebas bertridaya sesuai argo Rp. Agar mulut tetap mendapat tempat terhormat. Maka urusan buka suara. Pastikan yang empunya mulut masuk kategori ahli ‘silat lidah’. Membolak-balik fakta bak pembela.

Diamnya pendendam dendam-politik lebih ganas ketimbang fitnah politik, olok-olok politik.

Tangan bebas untuk menyuarakan dendam-politik. Dikarenakan cerdas ideologinya masih dalam proses berkembang. Belum layak ikut laga keluar kandang. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar