Halaman

Jumat, 17 Mei 2019

kebal hukum vs bebal diri


kebal hukum vs bebal diri

Komen pemirsa, kok ‘tebal muka’ tidak sekalian dicantumkan. Kata ahlinya, bebal termasuk punya rasa tebal muka. Sedangkan apa yang dimaksud dengan lema ‘bebal’. Simak olahkata saya yang pernah tayang. Sama, saya juga lupa.

Wajar jika manusia berbaik sangka dengan kepandaiannya. Semua sukses, nikmat dunia diraih berkat peras otak, banting tulang, mandi keringat. Sampai lupa waktu. Bisa-bisa bisa keluarga terabaikan tanpa sadar. Bahkan kesehatan diri tak peduli. Sakit, berobat.

Perjalanan hidup anak bangsa pribumi Nusantara. Walau asupan gizi politik sama, aroma irama syahwat bisa bertolak belakang. Salah. Sama-sama suka main belakang. Main dari belakang. Tak mau pamer diri sebagai pihak yang diuntungkan. Lempar batu, tunjuk hidung kamar sebelah.

Arus globalisasi menjadi andil utama pengggerus rasa loyalitas terhadap politik Nusantara. Penggunaan Pancasila sebagai ideologi nasional kian terdegradasi sejalan pasar bebas, kekuatan pasar makro dan ramah investor politik.

Tatanan budaya politik Nusantara melahirkan pasal bahwa yang baik,  benar, betul tergantung banyak tidaknya pemilih.

Konstruksi hukum di Nusantara serba menjanjikan. Konflik hukum terselubung masih sekitar beda pemahaman. Keterbukaan hukum mengacu pada siapa yang terlibat. Bukan pada pasal apa.

Intensitas dan eskalasi konflik yang acap terjadi antara kawanan melek hukum dengan pihak yang non-melek hukum.

Gerakan aksi purifikasi yang didorong oleh pemikiran  melakukan perubahan sosial, peradaban bangsa  dalam rangka mengembalikan kehidupan politik kepada sila-sila Pancasila. Kemanfaatan politik   ditentukan oleh menaknisme hukum alam dalam ramuan relasi sosial, daya dukung rakyat.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar