kebal hukum vs bebal diri
Komen pemirsa, kok ‘tebal muka’ tidak sekalian dicantumkan. Kata ahlinya,
bebal termasuk punya rasa tebal muka. Sedangkan apa yang dimaksud dengan lema ‘bebal’.
Simak olahkata saya yang pernah tayang. Sama, saya juga lupa.
Wajar jika manusia berbaik sangka dengan kepandaiannya. Semua sukses, nikmat
dunia diraih berkat peras otak, banting tulang, mandi keringat. Sampai lupa
waktu. Bisa-bisa bisa keluarga terabaikan tanpa sadar. Bahkan kesehatan diri
tak peduli. Sakit, berobat.
Perjalanan hidup anak bangsa pribumi Nusantara. Walau asupan gizi politik
sama, aroma irama syahwat bisa bertolak belakang. Salah. Sama-sama suka main
belakang. Main dari belakang. Tak mau pamer diri sebagai pihak yang
diuntungkan. Lempar batu, tunjuk hidung kamar sebelah.
Arus globalisasi menjadi andil utama pengggerus rasa loyalitas terhadap
politik Nusantara. Penggunaan Pancasila sebagai ideologi nasional kian
terdegradasi sejalan pasar bebas, kekuatan pasar makro dan ramah investor
politik.
Tatanan budaya politik Nusantara melahirkan pasal bahwa yang baik, benar, betul tergantung banyak tidaknya
pemilih.
Konstruksi hukum di Nusantara serba menjanjikan. Konflik hukum terselubung masih
sekitar beda pemahaman. Keterbukaan hukum mengacu pada siapa yang terlibat. Bukan
pada pasal apa.
Intensitas dan eskalasi konflik yang acap terjadi antara kawanan melek
hukum dengan pihak yang non-melek hukum.
Gerakan aksi purifikasi yang didorong oleh pemikiran melakukan perubahan sosial, peradaban bangsa dalam rangka mengembalikan kehidupan politik
kepada sila-sila Pancasila. Kemanfaatan politik ditentukan
oleh menaknisme hukum alam dalam ramuan relasi sosial, daya dukung rakyat.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar