Halaman

Sabtu, 18 Mei 2019

laksanakan perintah tanpa berhak


laksanakan perintah tanpa berhak

Tentu bedalah, antara ‘tanpa hak’ dengan ‘tanpa berhak’. Dimana letak perbedaan nyata. Coba tanya ke diri sendiri. Bahasa hukum, Hak Milik merupakan hak tertinggi karena hanya pemilik yang mempunyai hak untuk melepaskan penguasaannya kepada pihak lain.

Ingat P4T yaitu penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Ketidakpastian hak menjadi sumber utama konflik agraria di negara agraris. Simak judul olahkata saya, kepastian hukum, “dipastikan” untuk siapa
.
Pasar global memandang demokrasi Nusantara sebagai komoditas yang menjadi bagian integral dari mesin pertumbuhan politik. Sebagai pondasi kekuatan politik, rekadaya sumberdaya demokrasi akan nyata jika  hak telah pasti. Kepastian hak sebagai jaminan bagi iklim investasi politik.

Rakyat memandang demokrasi sebagai wadah, ajang atau tempurung raksasa di mana kawanan relasi berhala reformasi 3K (kaya, kuat, kuasa)  berkompromi untuk aneka kepentingan.

Negara memandang demokrasi sebagai waktu dan ruang.  Wujud  sederhana dari kekuasaan sistem politik bernama nation-state. Sebagai simbol jalannya pemerintahan, hukum dan kebijakan menjadi alat kendali. Kepastian hak menjadi syarat mutlak agar kebijakan dapat dipraktikkan.

Kembali ke ‘hak’. Dari kata atau lema ‘hak’ menghasilkan atau ada kata yang akrab. Patut diduga ada ikatan darah, kaitan moral atau ikhwal lain yang tak terduga. Dimaksud adalah ‘pihak’. Diuraikan pi + hak. Ada usul, bagaimana dengan nasib lema ‘hakim’. Tunggu tanggal mainnya.

Dasar utama untuk ‘laksanakan perintah’, perlu dukungan nyata revolusi mental. Pakai asas “lakon” dan “pitukon”. Lakon adalah ikhtiar total sebagai loyalis penguasa. Adapun pitukon adalah kontribusi nyata selama 24 jam. Aturan main lakon maupun pitukon,  tergantung kebijakan partai.

Masalahnya kawan. Selain sebagai penyandang negara multipartai, pemerintah sebagai tempat praktik multipilot. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar