dékadénsi méntal politik NUsantara, siapa yang akan dimenangkan vs
untungnya dari mana saja
Kenapa NUsantara. Salah ketik atau kesalahan teknik di pilhan huruf. Tidak juga.
Cuma lebih menekankan. Bukan mencari atau menguraikan asal muasal istilah ‘nusantara’.
Sudah baku, terpatri secara historis. Keterkaitan dengan faktor untung,
keberuntungan. Apa arti sebentuk nama. Ada hari baik, ada hari apes.
Politisi sipil kurang bertaji walau bertanduk di kaki. Plesetan makna yang
ada di dunia politik. Lagu anak-anak diilhami untuk mendendangkan ‘politik apa
namanya’. Pertanyaan mendatar, bersayap
tak bisa terbang. Pertanyaan menurun, bercakar tidak bisa mencengkeram.
Apakah nama Indonesia kurang komersial. Mudah diplesetkan oleh negara
sebelah. Menjadi bahan seloroh tapi masih senonoh. Tengok kadar berbahasa anak
bangsa pribumi. Bahasa gaul sampai bahasa politik.
Sekedar diingat, jangan diingat cepat. Bahwasanya olok-olok politik
dilindungi penguasa. Bagian ringan dari agenda propaganda, aksi promosi,
atraksi provokasi untuk menjaga stabilitas wibawa, nyali politik.
Tim politk nasional berwewenang ,mengendalikan harga bawang di pasar
tradisional. Fakta BPS hanya sebagai hitung cepat. Ujung-ujungnya, kebijakan
politik memang selalu dikendalikan oleh nilai tawar pengusaha.
Stéréotip, stigma, konotasi sebuah presiden patut diduga hanya sebatas
petugas partai. Bukti ringan jiwa Pancasila tidak menjiwai manusia politik. Keuntungan
politik tak beda jauh dengan profit
oriented manusia ekonomi
dengan aneka usaha produktif, komersial.
Fakta nyata, data terukur menjadi acuan penguasa. Budaya politik Nusantara bersifat
dinamis. Politik lokal tak ada sangkut paut dengan modus politik nasional. Salah
lebih dari satu. Gubernur pilihan rakyat, tak perlu korup APBD. Asal menjalankan
skenario pemodal, sudah ada bonus. Ékstra bonus, honor, gartifikasi menanti
dengan setia setiap langkah. Jaminan hidup selama satu periode di tanggung
halal.
Memang Nusantara tiada tara. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar